KPK ‘Kejar’ Rp 3,7 Triliun dari Syamsul Nursalim. (ilustrasi/aktual.com)

Heboh SP3 Syamsul Nursalim dan istrinya, Itjih Nursalim sebagai SP3 Perdana KPK telah menimbulkan heboh luar biasa di mata rakyat yang telah menderita akibat penggerogotan keuangan negara, apalagi SP3 itu dikeluarkan di tengah terpuruknya situasi ekonomi nasional akibat pandemi covid yang berkepanjangan. MAKI, kata Boyamin, akan segera mengajukan Praperadilan.

Membaca berita KORAN TEMPO tgl 3 April 2021 yang memberitakan bahwa salah satu alasan seluruh pimpinan KPK secara bulat menerbitkan SP3 itu adalah setelah menerima masukan dari Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Syarif, itu berarti ada intervensi pemerintah.

Seingat saya, ini untuk kedua kalinya Pemerintah cg Wamenkumham mencampuri kasus yang ditangani KPK. Hal yang sangat bertentangan dengan tujuan didirikannya Lembaga KPK.

Kali pertama adalah ketika Kemenkumham cg Wamennya mengatakan agar Edhy Prabowo (eks Men KKP) dan Juliari Batubara (eks Mensos) selayaknya dituntut hukuman mati, padahal KPK sendiri menyangkakan keduanya dengan pasal suap ialah pasal 12 UU Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal seumur hidup.

Waktu itu Komisi 3 DPR telah memperingatkan Wamenkumham untuk tidak membuat gaduh dengan mencampuri ranah penegakan hukum oleh KPK. Itu bukan urusan eksekutif.

Menurut praktisi dan pengamat hukum Augustinus Hutajulu, seharusnya Pemerintah cq. Wamenkumham tidak boleh memberi masukan atau pendapat atau pengaruh dalam pengambilan keputusan KPK dibidang hukum.

Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang No.19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) jelas disebutkan:

“KPK merupakan lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun”

Independensi KPK ini kemudian ditegaskan dalam pasal 3 UU KPK tersebut:

“Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”

Selanjutnya, dalam Penjelasan Pasal 3 dijelaskan:

“Yang dimaksud dengan lembaga negara adalah lembaga negara yang bersifat sebagai state auxiliary agency yang masuk dalam rumpun eksekutif.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “kekuasaan manapun” adalah kekuatan yang dapat mempengaruhi tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi atau anggota Komisi secara individual dari pihak eksekutif, yudikatif, legislatif, pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, atau keadaan dan situasi ataupun dengan alasan apapun.

Mengenai sah tidaknya SP3 atas Syamsul Nursalim dan Itjih Nursalim itu, Praperadilan yang berwenang mempertimbangkan dan memutuskannya, pungkas Augustinus Hutajulu.

Semoga rekan saya Boyamin Saiman dari MAKI berhasil dengan pengajuan pra peradilannya.

Jakarta 5 April 2021

Direktur Eksekutif CERI

Yusri Usman