Prajurit Garuda Satgas TNI Kontingen Garuda XXXV-A/Unamid (United Nations Mission In Darfur) bermain dengan anak-anak di wilayah Krinding, Darfur Barat, Sudan, Minggu (2/8/2015). Selain melaksanakan kegiatan rutin operasi baik itu patroli, pengamanan aset United Nations, maupun pengamanan di wilayah Area Of Responsibility (AOR), Prajurit Garuda Satgas TNI Kontingen Garuda XXXV-A/Unamid (United Nations Mission In Darfur) atau Indonesian Battalion (Indobatt) sebagai Peacekeepers Indonesia juga dekat dengan warga lokal di Darfur. Kegiatan rutin Prajurit Garuda dalam melaksanakan interaksi terhadap warga sipil dan anak-anak, sekaligus merupakan sebagai upaya nyata dalam pemulihan trauma terhadap warga sipil yang menjadi korban konflik. AKTUAL/PUSPEN TNI

San Francisco, aktual.com – Lebih banyak anak Afrika tewas akibat dampak tak langsung konflik bersenjata di Benua Afrika ketimbang pertempuran sesungguhnya, kata satu studi baru oleh Stanford University.

Para peneliti dari Stanford mendapati bahwa sebanyak 3,1 juta sampai 3,5 juta bayi yang dilahirkan dalam jarak 48 kilometer dari konflik bersenjata meninggal dari 1995 sampai 2015 sebagai akibat tak langsung konflik bersenjata.

Dalam priode 20 tahun, jumlah kematian bayi yang berkaitan dengan konflik bersenjata lebih dari tiga-kali lipat kematian langsung akibat pertempuran yang berkecamuk di Benua Afrika, kata mereka di dalam studi yang diterbitkan di jurnal The Lancet.

Para peneliti tersebut mempelajari penyebab kematian anak-anak akibat konflik bersenjata di Afrika dengan dasar data dari Demographic and Health Surveys –yang dilakukan di 35 negara Afrika dari 1995 sampai 2015.

Mereka mencocokkan data mengenai 15.441 peristiwa konflik bersenjata dengan data mengenai 1,99 juta kelahiran dan kelangsungan hidup anak di seluruh 35 negara Afrika, demikian laporan Xinhua –yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad malam. Kumpulan data itu mencakup informasi mengenai waktu, lokasi, jenis dan sengitnya konflik dari 1946 sampai 2016.

Mereka menemukan bukti mengenai peningkatan resiko kematian dari jarak 96 kilometer dari konflik bersenjata dan selama delapan tahun sesudahnya.

Anak kecil yang berusia lebih dari satu tahun adalah warga yang paling beresiko, kalau mereka dilahirkan pada tahun yang sama dengan konflik bersenjata di dekat mereka, kata para peneliti itu.

Dampak dari konflik bersenjata dapat meningkatkan angka kematian bayi sampai lebih dari 30 persen bahkan setelah bertahun-tahun pertempuran berakhir, kata mereka.

“Dampak tak langsung konflik pada anak-anak jauh lebih besar dibandingkan dengan kematian langsung pertempuran,” kata Eran Bendavid, penulis studi tersebut.

 

Antara

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang