Petani memanen cabai di Desa Boyantongo, Paigi Selatan, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Selasa (4/4). Harga cabe di daerah itu masih terbilang masih tinggi, yaitu sekitar Rp70 ribu per kilogram di tingkat petani dan Rp90-Rp100 ribu per kilogram di tingkat pengepul akibat kurangnya pasokan karena cuaca yang tidak menentu. ANTARA FOTO/Fiqman Sunandar/kye/17.

Jakarta, Aktual.com – Guru besar pertanian dari Unibersitas Lampung, Bustanul Arifin meminta pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan pembangunan pertanian.

Pasalnya, kendati pemerintah mengucurkan subsidi pertanian dalam angka yang tinggi, tapi jika tak ada perubahan kebijakan akan percuma. Menurutnya, pemerintah perlu menerapkan kebijakan pemihakan dan pemberdayaan petani yang selama ini tak terjadi.

“Jadi untuk tumpuan perbaikan kualitas pertumbuhan perlu ada perubahan kebijakan pembangunan pertanian yang perlu bervisi besar, yaitu adanya pemihakan dan pemberdayaan petani,” ujar Bustanul di Jakarta, ditulis Rabu (5/4).

Pasalnya, dalam setiap tahun subsidi pertanian memang meningkat pesat. Namun sayangnya kurang berdampak signifikan ke pertanian.

“Karena banyak kebijakan subsidi pertanian yang tak efektif. Seperti subsidi pupuk, sebanyak 65 persen petani termiskim hanya menerima 3% subsdi pupuk,” paparnya.

Dari catatannya, total subsidi pertanian tahun lalu mencapai sekitar Rp90-an triliun dengan yang terbesar adalah subsidi pupuk mencapai Rp31,2 triliun. Selain itu juga ada bantuan sosial petani, proyek irigasi, bantun non sosial petani, anggaran untuk penelitian dan pengembangan pertanian, serta subsidi pertanian lainnya.

“Tapi kebijakan itu tak efektif sebab tak menyejahterakan petani. Apalagi kemudian tak ada pemerataan kepemilikan aset pertanian yang kian memiskinkan petani,” tandas dia.

Menurut ekonom senior Indef ini, dalam hal distribusi lahan kian memburuk, karena faktanya petani berlahan sempit terus meningkat menjadi sebanyak 54 persen.

Untuk itu, perlu ada reformasi agraria dengan melakukan reformasi lahan dan reformasi akses seperti informasi, teknologi, dan pembiayaan. Hal itu, kata dia, menjadi opsi wajib atau fixed variable dalam pembangunan pertanian.

“Makanya, perlu ada pemberdayaan petani melalui insentif ekonomi dan bantuan langsung tepat sasaran, disertai pendampingan insentif. Juga perlu ada pembenahan struktur pasar,” tandas dia.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid