Jakarta, Aktual.com – Rasulullah ﷺ adalah pemimpin pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara di abad ke-7. Kepemimpinan Rasulullah ﷺ pasca hijrah ke Madinah menjadi titik awal terbangunnya pondasi ekonomi pemerintahan Islam.
Meskipun konsepnya relatif sederhana tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi pengelolaan ekonomi publik yang masih relevan hingga saat ini.
Semua hasil penghimpunan kekayaan negara dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Pengumpulan dana tersebut berpusat di Baitul Mal yang pada masa Nabi Muhammad ﷺ terletak di Masjid Nabawi.
Peran dan fungsi baitul mal sendiri bukan hanya sekedar mengumpulkan uang dan membagikannya kepada masyarakat yang membutuhkan, namun lebih kepada pengolahan tatanan yang menopang perekonomian sehingga tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
Pada masa Rasulullah ﷺ ini, baitul mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak (al-jihat) yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran.
Pemasukan utama fiskal negara pada masa periode Madinah adalah zakat. Zakat pada masa itu mempunyai posisi seperti pajak di zaman sekarang. Zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai yang diambil dari hasil peternakan dan hasil pertanian.
Hukum membayarnya tidak berdasarkan kesukarelaan, namun kewajiban. Bahkan yang menolak membayar diperangi seperti yang terjadi pada masa Khalifah Abu Bakar RA.
Namun zakat bukan satu-satunya sumber pemasukan negara. Ada beberapa sumber lain yang didapatkan oleh kaum Muslim untuk mengisi kas negara. Berikut kami ulas satu per satu:
Baca juga >> Terkenal Kaya dan Dermawan, Ini 10 Sumber Pendapatan Rasulullah ﷺ
1. Ghanimah
Ghanimah adalah harta rampasan perang yang didapatkan oleh umat Islam saat memenangkan sebuah pertempuran. Dalam Surat Al Anfal pembagian Ghanimah yakni 1/5 untuk Allah dan RasulNya. 4/5 untuk tentara yang ikut berperang. Sebagian ulama berpendapat bahwa yang dimaksud untuk Allah SWT dan Rasulnya adalah untuk kesejahteraan umum.
2. Jizyah
Jizyah merupakan pajak yang dikenakan untuk Ahlul Kitab atau non muslim yang hidup di negara Muslim. Jizyah dikenakan sebagai pengganti layanan sosial ekonomi dan jaminan perlindungan keamanan juga sebagai kontribusi ahlul kitab terhadap fiskal negara. Mengingat mereka tidak dikenai kewajiban zakat dan wajib militer. Besarnya Jizyah adalah 1 dinar per tahun untuk laki-laki dewasa. Adapun perempuan, pendeta, pengemis tidak dikenai Jizyah.
3. Kharaj
Kharaj adalah pajak tanah yang dikenakan kepada non muslim yang berhasil ditaklukan. Non Muslim tetap dipersilahkan mengelola tanah tersebut dengan memberi kontribusi kepada negara. Penentuannya berdasarkan tingkat produktivitas tanah atau berdasar pada tiga hal yaitu karakteristik atau tingkat kesuburan tanah, jenis tanaman dan jenis irigasi.
4. ‘Usyur
Adalah tarif bea cukai yang dikenakan kepada barang impor dari luar negara Islam. Pada zaman Nabi Muhammad SAW telah terjadi ekspor impor barang perdagangan.
5. Amwal Fadhilah
Harta orang muslim yang tidak mempunyai ahli waris atau orang murtad yang meninggalkan hartanya begitu saja berhak menjadi milik negara.
6. Wakaf
Pemberian dari seorang muslim kepada negara untuk dimanfaatkan hasilnya dengan pokoknya yang tidak berkurang.
7. Khums
Pajak proporsional yang diambil dari barang temuan dan barang tambang, besarannya sebanyak 20%.
Praktik ekonomi pada masa Rasulullah ﷺ dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang adil.
Penerimaan zakat dan khums dihitung secara proporsional yang dalam persentase dan bukan ditentukan nilai nominalnya. Sistem zakat perniagaan tidak akan mempengaruhi harga dan jumlah penawaran karena zakat dihitung dari hasil usaha.
Salah satu penyebab terjadinya peredaran uang terlalu tinggi adalah terjadinya defisit anggaran yang ditutup dengan pinjaman. Pada awal pemerintahan islam, defisit anggaran jarang terjadi dan sistem pengolahan moneter diserahkan kepada baitul mal. Setiap harta yang menjadi hak kaum muslimin, sementara pemiliknya tidak jelas maka harta tersebut merupakan hak baitul mal. Apabila harta itu telah diambil, maka pengambilan tersebut harta tadi telah menjadi hak baitul mall, baik harta itu dimasukkan ke dalam kasnya ataupun tidak.
Di dalam pengelolaan moneter awal pemerintahan islam tersebut, dana dialokasikan untuk penyebaran islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pengembangan infrastruktur, dan penyediaan layanan kesejahteraan.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin