Mereka menganggap larangan meminta ampunan ini adalah karena Ibunda Nabi adalah termasuk orang yang tidak mengesakan Allah, dan Nabi dilarang untuk meminta ampunan untuk orang kafir.

Entah bagaimana mereka memahami hadits ini hingga berujung kesimpulan yang sangat fatal. Mereka mengambil alasan larangan istighfar ini dari mafhum yang sangat jauh, dan bertentangan dengan sharih nash Al Qur’an. Allah berfirman:

“وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولا”

Artinya: “Dan tidaklah sekali-kali kami menyiksa (seseorang) hingga kami kirimkan Rasul (untuknya)”(QS. Al Isra :15).

Ulama sudah mufakat bahwasanya ahlu fatrah adalah termasuk orang yang selamat, sebagaimana mereka mufakat bahwa Ibunda Nabi adalah termasuk diantaranya.

Kita ketahui bersama di dalam ilmu hadits bahwasanya ketika ada hadits shahih yang bertentangan dengan dalil yang lebih kuat darinya atau bertentangan dengan realita, maka hadist ini hukumnya adalah syadz, meskipun ada di dalam kitab Bukhari Muslim.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid