Jakarta, Aktual.com – Dalam khutbah Jumat di Masjid Al Ashraf Mesir, Syekh Yusri Rusydi mengatakan bahwa akal manusia tidak akan mampu menjangkau Dzat Allah SWT, dan kalaupun dapat mengetahui-Nya hanya sebatas nama, sifat dan perbuatan-Nya saja. Akal dapat mengetahui sebagaian pengetahuan tentang-Nya sedangkan pengetahuan Allah SWT meliputi segala sesuatu.

Allah SWT Berfirman:

وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا

“ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.”[QS:Taha/20 ayat 110]

Syekh Yusri mengatakan bahwasannya suatu kewajiban bagi setiap muslim untuk memantapkan pendirian di dalam pikirannya bahwa tidak ada yang serupa dengan Dzat-Nya, sebagaimana firman-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah, dan Dialah Yang Maha Mendengar dan Melihat”.[QS:Asy-Syura/42 ayat 11]

Untuk itu Sambung Syekh Yusri wajib bagi kita untuk membersihkan pikiran dari yang disebut kitab tauhid dengan istilah أَوْحَالُ التَّوْحِيْدِ /Auhal At-Tauhid (virus-virus tauhid) seperti yang bersarang pada ideologi pemikiran kaum filosuf, kaum Mujassimah dan sebagian dari kalangan ulama islam yang ahli bid’ah.

Dari kalangan mereka ada yang menisbatkan gambaran yang tak sempurna dan tak layak bagi Allah SWT, berfikiran bahwa Allah SWT adalah suatu jism (jasad) dan ada pula yang berpendapat bahwa Dia menempati suatu tempat, memiliki anggota tubuh mirip manusia, serta pemikiran-pemikiran aneh lainnya yang mereka sematkan kepada Allah SWT.

Apabila gambaran-gambaran (yang tak layak tersebut) hinggap dalam pikiran kita, niscaya akan menjerumuskan kita pada gelapnya syubhat (keraguan iman). Maha suci Allah SWT dari setiap lintasan pemikiran yang tak layak bagi-Nya.

Memang benar, di dalam Al Quran maupun Al Hadist terdapat ungkapan yang serupa antara Allah SWT dan manusia, seperti dalam firman-Nya:

يَدُ اللهِ فَوْقَ أَيْدِيهِمْ

“Tangan Allah di atas tangan mereka” [QS:Al Fath/48 ayat 10]

Apabila kita mendapati kalimat seperti itu “Tangan Allah” maka hendaklah ber tafwidh yaitu menyerahkan pemaknaannya kepada Allah dengan tidak menafsirkannya sama sekali hanya menyebut wallahu a’lam bi muradihi (Allah yang mengetahui maksud ungkapan firman-Nya) seperti yang telah dilakukan oleh kalangan ulama salaf/para sahabat Nabi SAW.

Atau dengan cara takwil yaitu menselaraskan pemaknaan “Tangan Allah” dengan sifat-sifat yang hanya layak bagi-Nya bukan dengan pemisalan dengan makhluq-Nya, seperti langkah yang diambil oleh para ulama khalaf dalam mengkritisi pemikiran kaum mujassimah, mereka (ulama khalaf) mentakwil kata اَلْيَدُّ / يَدُ اللهِ yang artinya “Tangan Allah” dengan makna الْقُدْرَةِ / al qudrah ( kekuasaan Allah) atau الْعَطَاءِ / al ‘atho ( karunia Allah) dan atau dengan makna النِّعْمَة / an-ni’mah (nikmat Allah).

Maha suci Allah dari gambaran bahwa Ia adalah suatu jasad atau benda yang memiliki keterkaitan dengan bagian yang lain atau memiliki ketergantungan pada suatu tempat. Adalah Allah SWT yang menciptakan alam dan tidak membutuhkan sesuatu pun dari semesta ini, Dia lah Adz-Dzahir (Yang Maha Tampak) sebelum alam ini Ia Ciptakan.

Allah SWT menciptakan alam ini bukan berarti Ia membutuhkan alam ini untuk mengukuhkan keberadaan-Nya Yang Maha Tampak, akan tetapi demi kebutuhan kita semua agar dapat mengenali-Nya melalui ciptaan-Nya.

Allah SWT Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu pun) lagi Maha Tampak Nyata, Dia telah menyandang sifat Al Khaliq (Sang Pencipta) sebelum ciptaan-Nya ada, dan telah menyandang sifat Ar-Raziq (Sang Pemberi Rezeki) sebelum semua makhluk yang Ia berikan rezeki tercipta.

Syukur Alhamdulillah, karena berkat Rasulullah SAW dan kitab suci Al Quran yang Allah turunkan kepadanya kita memperoleh bimbingan dalam memelihara aqidah yang lurus dan terjaga dari faham yang menyimpang dengan memperhatikan firman Allah SWT:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah” [QS:Asy-Syura/42 ayat 11]

Dengan demikian pemahaman kita tidak akan tergelincir ketika membaca teks hadist:

يَنْزِلُ رَبُّنَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا فِي آخِرِ اللَّيْلِ فَيَقُوْلُ: هَلْ مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ

“Allah SWT turun ke langit bumi ini setiap sepertiga malam terakhir dan Berfirman: tidak seorang pun yang beristifhfar kecuali Aku akan Mengampuninya” [HR:Bukhari]

Karena tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, maka kita tidak boleh mengambil dari hadist tersebut suatu pemahaman bahwa Allah SWT beranjak dari suatu tempat ke tempat yang lain layaknya seorang makhluk, bahkan kita justru harus mentakwil kata يَنْزِلُ رَبُّنَا /yanzilu Robbuna yang artinya “ Allah SWT Turun “ -ke langit bumi- bermakna تَنْزِلُ رَحْمَتُهُ / tanzilu rahmatuhu “Rahmat Allah SWT turun” mendekati hamba-hamba-Nya di bumi.[Deden Sajidin]

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid