Esprit De Corps (ilustrasi)
Esprit De Corps (ilustrasi)

Bantuan Pertamina Kepada Mantan Direktur Utama PT Pertamina (persero), Karen Agustiawan, Yang Ditahan Akibat Pembelian Liquified Natural Gas (LNG) Corpus Christi Liquefaction (CCL) Sangat Minimalis

Jakarta, Aktual.com – Ada apa dengan Pertamina? Pada saat Mantan Direktur Utamanya terkena musibah tuduhan merugikan negara oleh KPK, tapi seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Padahal kejadian yang menimpa Karen, bisa menimpa siapa saja, termasuk direksi dan komisaris yang saat ini memimpin Pertamina. Sampai dengan saat ini, tidak ada semangat sesama korps Pertamina.

Sama sekali tidak ada esprit de corps, khususnya kepada Karen yang sudah ditahan, demikian juga kepada setiap staf LNG yang dicari-cari kesalahannya oleh APH, akibat laporan lembaga audit swasta yang prematur, gegabah, dan tidak akurat. Mereka belum terpikir kalau suatu saat nanti ada kasus hukum yang menimpa mereka, maka mereka juga akan diperlakukan seperti mereka saat ini memperlakukan Karen.

Lihat saja, bagaimana Pertamina mengelola media. Sampai dengan Karen ditahan, tidak ada sama sekali pernyataan resmi dari Pertamina, bahwa kontrak LNG CCL (Corpus Christi Liquefaction) sudah menuai untung triliunan rupiah. Pernyataan ini tentu saja akan menggugurkan tuduhan delik tipikor yang unsur utamanya adalah kerugian negara. Unsur kerugian negara ini otomatis gugur apabila terbukti justru kontrak CCL malah menangguk untung.

Pernyataan Fadjar Djoko Santoso, sebagai VP Corporate Communication Pertamina, hanyalah sebatas normatif saja. Sebagai contoh, pernyataan Fadjar hanya menyampaikan bahwa Pertamina menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Fadjar tidak pernah menyatakan, bahwa selain menghormati proses hukum yang berjalan, Pertamina juga dapat menjelaskan apa itu kontrak CCL, dan bagaimana status penjualan cargo-cargo dari CCL sampai dengan saat ini.

Selain itu Fadjar juga enggan menjelaskan bahwasannya kontrak pembelian LNG saat ini adalah hasil perjanjian jual-beli tahun 2015 di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto, yang dalam klausulnya disebutkan telah menggantikan dan menggugurkan semua klausul yang ada pada kontrak perjanjian sebelumnya tahun 2013 dan 2014.

Kecuekan Pertamina ini sangat aneh dan mengundang banyak pertanyaan. Ternyata hampir semua posisi kunci yang seharusnya memberikan bantuan kepada Karen sebagai Mantan Dirut yang sudah berjasa untuk Pertamina, diduduki oleh orang-orang dari luar Pertamina, bukan asli pekerja dari Pertamina. Sebut saja orang-orang ini sebagai BAP (Bukan Asli Pertamina).

Siapa saja BAP yang mestinya memberikan dukungan kepada Karen! Mari kita lihat susunan manajemen Pertamina saat ini:

1. Nicke Widyawati, Direktur Utama. Menurut sumber informasi yang diterima redaksi aktual, Nicke adalah orang yang membawa dokumen laporan audit ke Kejaksaan Agung, yang akhirnya dokumen tersebut mengalir sampai ke KPK. Andaikata Nicke orang Pertamina asli, ia tak akan pernah melakukan itu.

2. Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Komisaris Utama. Menurut informasi yang didapat redaksi aktual, Ahok memerintahkan Komite Audit Dekom untuk berbicara kepada Internal Audit (IA) untuk melakukan audit investigasi terhadap semua pengadaan LNG sejak tahun 2013. Hasil laporan audit ini belakangan diketahui masih prematur, gegabah, dan banyak yang tidak sesuai dengan fakta.

3. Agus Murdiyatno, Internal Auditor (IA). Menurut sumber aktual, Agus yang memberi kontrak kepada lembaga auditor swasta untuk melakukan audit investigasi pangadaan LNG dari tahun 2011 sampai dengan 2021. Agus menyodorkan laporan hasil audit IA untuk diendorse oleh lembaga audit itu. Namun anehnya tim auditor tidak mewawancarai Karen dengan tujuan yang tidak bisa dimengerti.

4. Muhibuddin/Cahyaning N. Widowati, keduanya adalah kepala legal Pertamina yang masing-masing adalah jaksa. Muhibuddin telah digantikan oleh Cahyaning. Selain itu di fungsi Legal Pertamina juga diisi oleh beberapa staf yang juga diambil dari staf kejaksaan, misalnya Manajer Litigasi diduduki oleh Kiki Achmad Yani, yang juga jaksa aktif.

5. Emma Sri Martini, Direktur Keuangan; sebagai pemegang polis asuransi Director & Officer (D&O). Emma mestinya bertanggung jawab untuk mendukung Karen dalam mencairkan asuransi D&O bagi bantuan hukum Karen, tapi malah lepas tangan dan menyerahkan ke Dirut. Nicke juga tidak pernah memberi pengarahan yang positif untuk membantu Karen kepada CLC dan IA. Akhirnya, bantuan hukum buat Karen, terkesan seadanya.

6. Erry Sugiharto, Direktur Sumber Daya Manusia. Erry mestinya berperan aktif untuk membantu, bukan hanya Karen, tetapi juga seluruh staf LNG yang diperiksa oleh KPK. Erry mungkin sedang pusing sendiri karena namanya disebut-sebut dalam kasus lain yang sedang marak di Kejaksaan Agung.

7. Fadjar Djoko Santoso, VP Corporate Communication Pertamina; Fadjar tidak pernah menyatakan, bahwa selain menghormati proses hukum yang berjalan, Pertamina juga dapat menjelaskan apa itu kontrak CCL, dan bagaimana status penjualan cargo-cargo dari CCL sampai dengan saat ini. Selain itu Fadjar juga enggan menjelaskan bahwasannya kontrak pembelian LNG saat ini adalah hasil perjanjian jual-beli tahun 2015 di bawah kepemimpinan Dwi Soetjipto, yang dalam klausulnya disebutkan telah menggantikan dan menggugurkan semua klausul yang ada pada kontrak perjanjian sebelumnya tahun 2013 dan 2014.

8. Atep Salyadi Dariah Saputra, Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha. Atep adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan bisnis LNG, termasuk penjualan dan pembelian LNG Pertamina. Atep menolak memberikan pemberitahuan kepada BPK RI, bahwa hasil penjualan kembali cargo LNG CCL sudah menangguk untung. Dia juga, dengan alasan tidak jelas, menolak menandatangani Nota Dinas kepada Direktur Utama perihal Laporan Status Penjualan Kargo LNG dari Kontrak LNG SPA Corpus Christi (FOB) Tahun 2019-2030. Laporan ini merupakan dokumen penting yang dapat membantu alibi Karen tentunya, tapi Atep enggan menandatanganinya.

Secara khusus terkait dengan Nota Dinas yang seharusnya ditandatangani oleh Atep ini, redaksi aktual memperoleh dokumen draft nota dinas sebagai berikut:

Nota Dinas Pertamina
Nota Dinas Pertamina
Nota Dinas Pertamina
Nota Dinas Pertamina

Isinya sangat mengejutkan, yaitu ternyata tuduhan Karen telah merugikan negara ini tidaklah benar sama sekali. Kenyataanya menurut dokumen ini bahwa kontrak CCL justru telah menghasilkan keuntungan yang luar biasa buat Pertamina.

Beberapa hal yang dijelaskan dalam draft Nota Dinas ini adalah sebagai berikut :

1. Cargo pertama dari CCL adalah pada bulan Juli tahun 2019;

2. Realisasi total pendapatan kontrak CCL sampai dengan saat ini (YTD, year to date, 31 Agustus 2023) adalah USD2,37 milyar atau Rp36,97 T (kurs USD/Rp = 15.600);

3. Komulatif nilai gross profit sebesar USD89,64 atau Rp1,4 T dari total pengapalan 89 cargo;

4. Prognosa potensi profit dari September 2023 sampai dengan Desember 2025 adalah USD13,86 juta Rp0,21 T;

5. Untuk tahun 2026 sampai dengan tahun, 2030, Pertamina akan mendapatkan potensi keuntungan sebesar USD93,66 juta atau Rp1,46 T hingga USD114,08 juta atau Rp1,78 T;

6. Selain itu, Pertamina juga masih memiliki Uncommitted Cargo sebanyak 6 cargo per tahun untuk tahun 2028 sampai dengan 2030. Oleh kerena pasar yang semakin membaik, maka uncommitted cargo ini diyakini akan menambah keuntungan buat Pertamina.

Dengan demikian, secara komulatif untuk periode 2019 hingga 2030, Pertamina telah berhasil melakukan penjualan cargo LNG sebanyak 243 cargo dengan total potensi profit sebesar USD217, 45 juta atau Rp3,39 T.

Angka-angka di atas, konon saat ini sedang diaudit oleh Tim Pemeriksa BPK untuk memastikan apakah ada kerugian negara oleh karena penjualan kembali cargo LNG CCL ini.

Namun sekali lagi, perlu dipertanyakan buat para pejabat manajemen Pertamina, khususnya para BAP, ini, seperti yang disebutkan di atas, sejauh mana mereka berempati mendukung mantan direksi, mantan pekerja Pertamina, bahkan juga yang masih aktif bekerja di Pertamina, dalam menghadapi permasalahan hukum yang mendera mereka akibat risiko jabatan mereka.

Kalau pertanyaan ini tidak dapat dijawab dengan jelas, tentu ini akan berimbas bahwa manajemen Pertamina yang ada saat ini, tidak akan ada yang mau mengambil keputusan bisnis, sebab rawan kriminalisasi.

Memang idak semua BAP bertindak seperti itu! Sebut saja misalnya mantan Direktur Utama Martiono Hadianto, almarhum Widya Purnama, dan Karen Agustiawan. Mereka adalah para profesional dari luar yang justru lebih Pertamina dari pada orang Pertamina asli. Oleh karena itu, tidaklah heran bahwa pekerja Pertamina sangat menghormati dan mencintai beliau semua.

(Redaksi Aktual)