Sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi dengan terdakwa Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung RI Hasbi Hasan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (21/3/2024). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

Jakarta, Aktual.com – Sekretaris nonaktif Mahkamah Agung (MA) RI Hasbi Hasan merasa ada standar ganda yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menangani perkara dugaan gratifikasi.

Hal itu disampaikan Hasbi ketika membacakan nota pembelaan (pleidoi) pribadi, khususnya saat mengungkit dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadap dirinya soal penerimaan gratifikasi wisata tur helikopter di Bali.

“Meskipun saya meyakini ketidakbenaran tuduhan yang dialamatkan kepada saya, saya sangat prihatin dengan adanya dugaan standar ganda dalam penanganan kasus gratifikasi oleh KPK,” ujar Hasbi Hasan.

Menurut Hasbi, KPK tidak responsif dalam menindak dugaan penerimaan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh mantan Ketua KPK, Firli Bahuri.

“KPK tidak menunjukkan respons yang sama terhadap dugaan menerima diskon atas biaya sewa helikopter yang dilakukan oleh mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, padahal besarnya selisihnya mencapai Rp140 juta menurut ICW (Indonesia Corruption Watch),” katanya.

Lebih lanjut, Hasbi menyatakan bahwa KPK juga tidak pernah mengusut dugaan gratifikasi yang diduga dilakukan oleh mantan pimpinan KPK, Lili Pintauli.

“KPK tidak pernah mengusut kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oleh Lili Pintauli, salah satu komisioner KPK, yang diduga menerima gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP Mandalika dari PT Pertamina,” ungkapnya.

Dalam pembelaannya, Hasbi menegaskan bahwa tuduhan menerima fasilitas tur helikopter senilai Rp7.500.000 yang diarahkan kepadanya oleh JPU KPK adalah tidak benar. Dia mengklaim bahwa dia sudah siap membayar biaya tur tersebut, namun ditolak oleh pihak penyelenggara.

“Saya sudah bersedia membayar, namun tawaran saya ditolak oleh pihak PT Urban Co. karena sudah ditangani oleh Devi Herlina. Kemudian, saya berupaya untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan, namun Devi Herlina hanya menjawab ‘Tidak apa-apa Pak Hasbi, saya sebagai Notaris Urban Co. dan itu juga gratis,” jelas Hasbi.

Dalam kasus ini, Hasbi didakwa menerima fasilitas perjalanan wisata berkeliling Bali dengan helikopter yang diberikan oleh Devi Herlina, seorang notaris dari mitra bisnis CV Urban Beauty/MS GLOW. Ia diduga menikmati fasilitas tersebut bersama dengan Windy Yunita Bastari Usman (Windy Idol).

Sebelumnya, Hasbi Hasan telah dituntut dengan hukuman pidana penjara selama 13 tahun dan 8 bulan, serta denda sebesar Rp1 miliar atau pidana kurungan pengganti selama 6 bulan.

Hasbi juga dijatuhi hukuman tambahan untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp3,88 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, atau pidana penjara selama 3 tahun sebagai pengganti.

JPU KPK telah menyatakan bahwa Hasbi terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi suap secara bersama-sama terkait penanganan perkara kepailitan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana di MA.

Dalam surat tuntutannya, Hasbi dituduh melanggar Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP serta Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan