Jakarta, Aktual.com — Semua umat Muslim mendambakan untuk pergi ke Tanah Suci, dalam rangka memenuhi panggilan Allah SWT serta melengkapi Rukun Islam yang kelima.

Namun, sebelum hendak berangkat kesana, sebaiknya umat Islam untuk mengetahui tata cara Haji agar tidak salah melakukan ibadah ini.

Ustad Abdul Fikri kepada Aktual.com, menjelaskan bahwa, ibadah Haji memiliki tiga pelaksanaan dalam melaksanakannya.

Pertama, ibadah Haji Tamattu. Kedua, Haji Qiran. Dan, ketiga, ibadah ifrat. Yang, dimaksud dengan Haji Tamattu yakni, orang melaksanakan Umrah terlebih dahulu kemudian Haji.

Jadi orang yang telah melaksanakan Umrah maka orang tersebut boleh tahalul dalam artian boleh melepas kembali pakaian ihramnya sampai datang waktu Haji yakni, tanggal 8-13 Dzulhijjah.

Haji Tamattu merupakan ibadah Haji yang banyak dilakukan oleh jemaah Indonesia. Kemudian yang dimaksud dengan Haji Qiran, adalah ibadah Haji yang dilakukan dengan mengenakan pakaian ihram sudah langsung memasuki kota Mekah dengan niat Umrah dan Haji dengan tidak melepas pakaian ihramnya sampai waktu Haji itu tiba.

Ketika jemaah sedang menggunakan pakaian ihram yang harus diperhatikan adalah melepas pakaian dalam tidak boleh memakai pakaian yang berjahit.

Namun, menurut aliran Imam Syafi’i, pelaksanaan Haji tidak boleh memakai tutup kepala selama memakai pakaian ihram.

Pertanyaannya mengapa jamaah Haji Indonesia menggunakan ibadah Haji Tamattu? Ustad Abdul menerangkan, karena untuk mengingat jemaah Haji Indonesia merupakan jamaah Haji terbanyak mencapai ratusan ribu orang dan juga para jamaah Haji datang secara bergelombang.

Adapun tata cara yang tidak boleh dilewatkan saat naik Haji itu di antaranya. 

1. Niat, baik niat berpakaian ihram maupun niat Haji.
2. Wukuf di Padang Arafah.
3. Mabit yaitu berdiam sejenak di Muzdalifah.
4. Melempar Jumrah dan terakhir melakukan Tawaf Ifadhah dan Sa’yi.
5. Setelah melakukan kelima tatacara tadi barulah dinyatakan selesai ritual ibadah Haji tersebut.

Biasanya banyak dari jemaah Haji menginginkan Haji yang mabrur dalam pelaksanaannya. Tapi, menurut Ustad Abdul Fikri, Haji yang mabrur adalah ketika seseorang dari dalam dirinya memunculkan adanya perubahan sikap dan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.

Kata ia, bila seseorang pulang Haji, namun tidak merubah satu pun dari perilaku orang tersebut itu tidak bisa dibilang Haji yang mabrur.

Perlu diingat oleh calon Haji, Ustad Abdul Fikri berpesan, agar Muslim melaksanakan Haji, wajib bagi Muslim untuk melaksanakan Rukun Haji. Apabila tidak melakukannya maka tidak sahlah Haji seorang Muslim. (Laporan Reporter Aktual.com: M Fikry Hizbullah). 

Artikel ini ditulis oleh: