“Pemerintah harus membuka mata bahwa pekerjaan keinsinyuran sudah harus bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum,” katanya.
Naifnya, kata Benny yang juga Ketua Program Studi Program Profesi insinyur Universitas Andalas itu, keberadaan Komite Keselamatan Konstruksi (KKK), yang dibentuk oleh Kementrian PUPR tidak menjawab permasalahan yang ada selama ini.
“KKK tidak berperan, terbukti kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi tetap terjadi setelah Komite ini dibentuk Januari 2018. KKK hanya berperan sebagai pengawas dan bertugas sebagai pemantau, serta mengevaluasi pelaksanaan konstruksi yang diperkirakan memiliki potensi bahaya tinggi serta bertugas menginvestigasi kecelakaan kerja konstruksi dan memberikan masukan kepada kementrian PUPR,”katanya.
Masukan dari KKK hanya bersifat memberikan masukan kepada regulator dalam memberi sanksi administratif kepada pelaksana jasa konstruksi, dan justru tidak terkait dengan kegagalan kontruksi yang terjadi selama ini. Keberadaan KKK ini justru tidak berperan banyak dalam menghentikan kegagalan konstruksi yang telah terjadi.
Ia memandang bahwa kegagalan konstruksi yang terjadi baru-baru ini disebabkan absennya salah satu fungsi komponen dari pekerjaan konstruksi, yaitu Profesi Insinyur.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara