Jakarta, Aktual.co — Anggota Komisi VII DPR RI fraksi Partai Gerindra, Hari Purnomo mengingatkan Pemerintah untuk memberikan wewenang penuh dalam pengelolaan blok Mahakam.

Seperti diketahui, saat ini pengelolaan blok migas tersebut berada di bawah kendali perusahaan asal Amerika Serikat yakni Total EP Indonesie. Kontrak Total sendiri akan habis pada 2017 akhir mendatang dan Pemerintah pun telah berencana untuk mengalihkan pengelolaan blok yang berada di Kalimantan Timur itu kepada BUMN PT Pertamina (Persero). Perlu diketahui juga bahwa beberapa waktu lalu pihak Total telah mengajukan permohonan kepada Pemerintah untuk masa transisi selama lima tahun.

“Terlepas dari kontraktual, sikap kami partai Gerindra jelas, sekarang saatnya kita kembali menuju jalan yang benar, yaitu semua kontrak yang sudah habis, Kontrak Karya (KK), atau kontrak bagi hasil ini, serahkan dulu kepada BUMN, Pertamina,” ujar Hari saat ditemui di kompleks gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (17/3).

Menurutnya, setelah itu baru biarkan Pertamina kembali yang menentukan jalan terbaik terkait mekanisme pengelolaan apakah akan menggaet partner dan dengan siapa akan bermitra dalam mengelola blok Mahakam.

“Apakah dia mau kerja sama lagi dengan pihak lain silahkan saja tapi urusannya berdasarkan kaidah-kaidah bisnis. Jangan lagi ada aspek-aspek yang lainnya. Ada titipan sana titipan sini, ada pemburu rente dan lain-lain. Tidak boleh itu,” tegas Hari.

Ia menegaskan, hal ini juga sekaligus menjadi bahan ujian bagi Presiden Joko Widodo untuk membuktikan bahwa rakyat memang tidak salah dalam memilih kepala negara.

“Ini saatnya menunjukan bahwa Jokowi itu memang Presiden yang layak kita pilih kemarin. Kalau ternyata Jokowi tidak bersikap seperti yang kita harapkan berarti kita salah pilih,” sebutnya.

“Sederhana, kita tidak usah yang aneh-aneh kalau ada kontrak habis ya kembalikan ke BUMN, kalaupun itu kontrak batubara, kontrak mineral, kembalikan ke aneka tambang (Antam), kalau migas kembalikan ke Pertamina dulu. Karena semua sumber daya alam itu milik negara. Dan harus dikuasai oleh negara dalam arti harus dimiliki. Jangan lagi kita terjebak pada pendapat neoliberal, bahwa kita memiliki tapi kita tidak perlu menguasai, hati-hati itu. Kalau kita mau memiliki kita harus menguasai. Itu aja,” tutupnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka