LONDON, ENGLAND - MARCH 25: In this photo illustration the Social networking site Facebook is reflected in the eye of a man on March 25, 2009 in London, England. The British government has made proposals which would force Social networking websites such as Facebook to pass on details of users, friends and contacts to help fight terrorism. (Photo by Dan Kitwood/Getty Images)

Jakarta, Aktual.com – Sebanyak 87 juta data pengguna Facebook telah diambil dan diolah oleh Cambridge Nalytica. Lebih dari satu juta diantaranya adalah data pengguna Facebook tanah air. Fakta ini memunculkan kekhawatiran di tanah air, Kominfo sudah melayangkan surat panggilan kepada perwakilan Facebook untuk
dimintai keterangan.

Seperti diketahui Facebook tidak hanya mampu mengintip data kontak telepon penggunanya, bahkan juga bisa melihat isi percakapan pada Facebook Messenger. Dengan fakta ini publik kini mempertanyakan sejauh mana keamanan dan jaminan privasi Facebook, apalagi platform lain Whatsapp dan Instagram juga berada di bawah naungan Zuckerberg.

Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan bahwa ini saat yang tepat bagi pemerintah untuk bersikap tegas pada Facebook. Menurutnya Facebook sudah melanggar UU ITE dan Kominfo diharapkan bisa bersikap tegas melindungi data masyarakat tanah air.

“Facebook telah secara sadar membagi data mereka ke Cambridge Analytica dan satu juta orang data pengguna tanah air yang diambil bukan angka yang kecil. Ini adalah fenomena gunung es, saat masyarakat kita banyak menggunakan layanan asing dan datanya disalahgunakan,” ujar chairman lembaga riset keamanan siber CISSReC, Pratama Persadha di Jakarta, Minggu (8/4).

Menurutnya, pemerintah bisa menggunakan momentum ini untuk mendesak Facebook membuka server di tanah air, karena ini sangat erat dengan keamanan data pengguna.

“Sangat terbuka kemungkinan hal ini juga dilakukan aplikasi dan layanan internet lainnya. Karena itu pemerintah harus bekerja keras agar mereka ini bisa mematuhi aturan yang ada di tanah air. Membangun server di tanah air adalah kewajiban bagi perusahaan teknologi besar seperti facebook dan Google, apalagi mereka memanen begitu banyak data dari masyarakat,” terangnya.

Dalam kasus Facebook sebenarnya pengambilan data dilaksanakan tersistematis. Salah satu pintu masuknya adalah para pengguna Facebook yang menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk bermain kuis maupun game.

“Seringkali kita temui di Facebook ada aplikasi, kuis dan game.
Darisanalah Cambridge Analytica masuk dan mengambil data. Karena itu setting privasi relatif tidak berguna saat pengguna masih terhubung dengan layanan pihak ketiga di Facebook. Pengguna bisa masuk ke setting dan menghapus semua layanan pihak ketiga tersebut agar lebih aman,” jelasnya.

Pembatasan Akses Aplikasi
Sejak 4 April lalu Facebook sudah mengeluarkan pernyataan, salah satunya adalah Facebook berjanji bahwa sejak 9 April 2018, di bagian atas news feed (atau beranda) akan muncul notifikasi aplikasi pihak ketiga apa saja yang dipakai pengguna facebook. Nantinya pengguna facebook bisa melakukan pilihan untuk menghapus pemakaian aplikasi tersebut pada akun masing-masing.

Selain itu Facebook juga mulai menghapus dan membatasi API (application Programm Interface) yang bisa diakses oleh aplikasi di Facebook. API pada grup, fan pages, facebook messenger dan Instagram hanya akan bisa diakses oleh aplikasi yang sudah mendapatkan persetujuan Facebook. Ini berarti developer lokal yang selama ini mendapatkan keuntungan dengan membangun berbagai tools optimasi Facebook juga harus mendapatkan approval terlebih dulu.

Salah satu yang sangat krusial adalah Facebook menghapus fitur searching yang selama ini bisa menggunakan nomor seluler ataupun email. Ini guna mengurangi praktek pengumpulan data oleh aplikasi pihak ketiga.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Eka