Jakarta, Aktual.com – Asep Sukarno, tersangka kasus korupsi pengelolaan dana hibah Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabekjur, mengajukan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Agung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran, Prof Pantja Astawa berpendapat dalam pasal 385 Undang-Undang Pemda (UU 23/2014) dikatakan apabila aparatur sipil negara (ASN) terjadi penyimpangan, itu tidak serta merta langsung masuk ranah hukum pidana.

“Tapi bisa dilakukan penyelesaiannya melalui jalur administratif terlebih dahulu,” kata Pantja, Minggu (2/8).

Ia menjelaskan, didalam pasal tersebut disebutkan kehadiran Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) berwenang untuk menerima pengaduan masyarakat atas adanya penyimpangan oleh ASN agar ditindaklanjuti.

“Jadi kalau pelanggaran sifatnya administratif, itu diserhkan kepada APIP untuk ditangani sendiri, tapi kalau pelanggaran yang bersifat pidana, baru diserahkan ke penegak hukum,” ujarnya.

Menurut dia, tujuan dari pasal itu untuk menghindari terjadinya kriminalisasi dari kebijakan dan pelaksanaan program pemerintah oleh aparat sipil negara. “Karena ASN terkadang ragu dan takut untuk bekerja melaksanakan program pemerintah,” jelas dia.

Ia menambahkan, terkait dengan adanya kerugian negara senilai Rp1,2 miliar, harusnya BPKP dan APIP boleh melakukan audit yang tetap dilaporkan kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).

Karena hal itu sesuai pasal 9 Undang-Undang 15 tahun 2004 tentang pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dan pasal 10 dari  UU 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

“Jadi institusi yang berwenang untuk men-declare terjadi kerugian Negara adalah BPK (Pasal 10 UU 15 tahun 2006). Kejaksaan Agung harus koordinasi dulu dengan APIP dan harus mendasarkan adanya audit BPKP,” katanya.

Untuk diketahui, kasus korupsi BKSP ini langsung ditangani oleh Kejaksaan Agung dan dinyatakan merugikan keuangan negara sebesar Rp1,2 Miliar.

 

Laporan: Rafkha

Artikel ini ditulis oleh: