Jakarta, Aktual.com – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menggebrak Komisi Yudisial (KY) dengan laporan dugaan pelanggaran etik tiga hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang memvonisnya bersalah dalam kasus importasi gula. KY tak hanya berjanji menindaklanjuti, tapi juga memprioritaskan laporan itu karena dianggap mengusik rasa keadilan publik.
Ketua KY Amzulian Rifai menyebut perkara Tom Lembong yang divonis terbukti korupsi dalam perkara importasi gula telah mengusik nurani masyarakat.
Tindaklanjut pelaporan dilakukan sesuai dengan fungsi dan tugas wewenang KY, bukan karena figur Lembong yang kini bebas karena menerima abolisi.
“Tidak ada pembedaan, sama dengan laporan-laporan yang lain, hanya kebetulan karena ini menarik perhatian masyarakat,” kata Amzulian Rifai, di Kantor KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).
Jubir KY Mukti Fajar Nur Dewata menambahkan, bahwa laporan Lembong masuk prioritas.
“Ini diprioritaskan karena mengusik rasa keadilan masyarakat,” tuturnya.
Para hakim yang dilaporkan Tom Lembong yakni Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dengan Hakim Anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Ketiganya dituding tak profesional ketika menangani perkara.
Sementara Lembong mengapresiasi para pimpinan KY yang menemuinya.
“Kami sangat mengapresiasi tindak lanjut yang sangat cepat dan tepat waktu pada laporan kami sesuai standar yang berlaku di Komisi Yudisial,” katanya.
Dari Putusan ke Abolisi
Pada 18 Juli 2025, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 4,5 tahun serta denda Rp 750 juta terhadap mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong, dalam kasus korupsi impor gula.
Hakim menyatakan ia terbukti bersalah, meski tidak menikmati keuntungan pribadi dan dikenakan hukuman subsider bila denda tak dibayar.
Namun sebelum proses banding berjalan, Presiden Prabowo Subianto mengajukan abolisi secara personal yang disetujui DPR, sehingga putusan dan proses hukum terhadap Lembong dihentikan dan ia dibebaskan dari Rutan Cipinang pada 1 Agustus.
Artikel ini ditulis oleh:
Erwin C Sihombing
Andry Haryanto

















