Jakarta, Aktual.co — Jakarta, Aktual.co —  Pengamat Energi Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai langkah Pemerintah yang memutuskan untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 12 Kg masih sangat mengganjal. Pasalnya, setiap kenaikan yang ditetapkan Pemerintah justru tidak pernah dibarengi oleh transparansi pembentukan harga itu sendiri.

Menurutnya, memang sejak pertama kali pemerintah telah mengumumkan bahwa harga BBM jenis Premium sistemnya mengikuti harga keekonomian dan pola harganya mengikuti perubahan harga dunia, serta tidak ada lagi subsidi. Bahkan harga disebutkan akan berubah setiap dua minggu.

“Sehingga seandainya pemerintah kemarin menaikkan harga BBM karena pada dasarnya di luar negeri harga itu sedang naik, ditambah harga itu juga mengikuti nilai tukar rupiah terhadap dolar, akhirnya kita memang bisa memaklumi karena pada dasarnya pemerintah kan sudah merubah konsep harga tadi yang mengikuti fluktuasi harga minyak dunia. Jadi ini tidak tiba-tiba, maka kita memaklumi,” kata Marwan saat dihubungi Aktual.co di Jakarta, Senin (2/3).

Akan tetapi, lanjut dia, dari sinilah dirinya justru tetap merasa ada hal yang mengganjal. Pasalnya sewaktu harga Premium sudah turun jadi Rp6600 per liter, lalu kembali terjadi penurunan minyak dunia, namun ketika publik menagih penurunan harga kembali, pemerintah justru tidak mengambil keputusan untuk kembali menurunkan harga.

“Pemerintah bilang harga tidak diturunkan, tapi adanya pembelian minyak yang murah dari luar negeri itu akan ditabung keuntungannya untuk cadangan penyangga, keuntungan dari perbedaan harga jual dan harga beli. Nah, kalau waktu itu sudah ada untung kemudian sekarang tiba-tiba harus naik, sementara perbedaan antara waktu Rp6600 dengan sekarang untuk minyak dunia itu tidak ada kalau menurut perkiraan saya maka sebetulnya tidak tepat juga itu dinaikan, itu aja yang sebenarnya menjadi alasan,” jelas Marwan.

Ia juga mengatakan, alasan dari Menteri ESDM Sudirman Said adalah dikarenakan kurs yang sedang naik. Maka dari itu disinilah yang menjadi sangat mendesak bagi publik untuk menuntut transparansi dari Pemerintah.

“Silahkanlah anda (Pemerintah) ingin bilang ini itu tapi tolong formula harga itu dibuka seluas-luasnya. Jadi ketika diumumkan itu disebutkan nih harga beli sekian, formula harganya misalnya untuk biaya penyimpanan sekian, biaya untuk pengilangan sekian, pengangkutan sekian, lalu ada keuntungan Pertamina sekian, lalu ada pajak daerah sekian,” tegasnya.

“Itu dibuka, dengan begitu kita juga menaruh kepercayaan kepada pemerintah dan ridak ada kecurigaan. Karena kan selama ini setiap ada kenaikan itu, orang lebih banyak mengira ini di korupsi,” imbuhnya.

Ia menambahkan, sewaktu pengumuman kenaikan beberapa hari lalu, dirinya melihat harga di Amerika Serikat untuk West Texas Intermediate (WTI), harganya USD49 per barel. Jadi justru masih lebih rendah dari waktu pemerintah menetapkan harga di Rp6600.

“Jadi gak logis yah kan? oke alasannya dolar, lalu seberapa besar sih pengaruhnya? Kalau gak salah itu kan cuma dari Rp12.600 ke Rp12.900, Rp300 rupiah. Seberapa signifikan sih penurunan nilai tukar rupiah itu sehingga menjadi alasan pemerintah untuk menaikan harga BBM? Coba dijelaskan,” tukas Marwan.

Artikel ini ditulis oleh: