Jakarta, Aktual.com – Jerawat atau “acne vulgaris” adalah gangguan unit pilosebasea, yang terkait erat dengan kelenjar keringat dan rambut.
Gangguan kronis ini disebabkan oleh ketidaknormalan deskuamasi (pengelupasan) epitel folikuler, sehingga memicu obstruksi (sumbatan) saluran pilosebasea, menghasilkan inflamasi (peradangan), diikuti pembentukan papul (lesi padat, menonjol di permukaan kulit, berukuran kurang dari 1 cm), pustul (lesi menonjol, berbatas tegas, mengandung eksudat purulen berupa leukosit, debris, bakteri), nodul (lesi padat, berbentuk bulat atau lonjong, dapat diraba), komedo (benjolan kecil di permukaan kulit; pori-pori kulit yang tersumbat), dan skar (jaringan ikat fibrosa pengganti sel-sel kulit yang terluka, jaringan parut).
Jerawat dapat muncul di semua permukaan kulit tubuh, terutama yang memiliki kelenjar sebasea terbesar, seperti wajah, dada, punggung dan lengan atas.
Jerawat sering dialami oleh 80-95 persen remaja, dengan insiden tertinggi di antara usia 15 hingga 18 tahun, baik pada pria maupun perempuan.
Prevalensi jerawat diketahui sekitar 8 persen dewasa berusia 25-34 tahun, sekitar 3 persen berusia 35-44 tahun.
Studi epidemiologi lain menyatakan bahwa jerawat sering dijumpai di masa awal hingga akhir pubertas, dan menetap pada 20-40 persen individu hingga dekade keempat.
Di masa remaja, pria lebih sering berjerawat dibandingkan dengan perempuan. Namun di masa dewasa, perempuan lebih sering berjerawat dibandingkan pria.
Penyebab
Berbagai faktor diduga berperan sebagai penyebab dan pencetus jerawat. Androgen (yakni testosteron dan dehydroepiandrosterone sulfate atau DHEA-S) menstimulasi produksi sebum dan proliferasi keratinosit di folikel rambut.
Plug keratin menghambat os folikel, menyebabkan akumulasi sebum dan distensi folikuler.
Jerawat muncul akibat overaktivitas kelenjar sebacea dan hambatan kelenjar. Hambatan tersebut memicu pembentukan komedo, yang dapat menjadi radang (inflamasi) karena tingginya perkembangbiakan dan pertumbuhan Propionibacterium acnes.
Bakteri anaerob ini berkoloni dan berproliferasi di folikel plug. P. acnes mengaktivasi berbagai mediator proinflamasi, menyebabkan inflamasi folikel dan dermis.
Beberapa faktor risiko terjadinya jerawat antara lain stres, peningkatan efek androgenik endogen, mentega, cokelat, kosmetika berminyak, minyak semir rambut, menggosok atau menggaruk permukaan kulit, intervensi tangan di muka atau wajah, paparan zat kimia tertentu seperti tar, polivinil klorida, chlorinated hydrocarbons, cutting oil, serta paparan industri terhadap hidrokarbon halogenated.
Faktor lingkungan juga dapat mengeksaserbasi munculnya jerawat, seperti cuaca panas, udara lembab, iklim tropis, dan sebagainya.
Beberapa medikamentosa atau obat juga berperan sebagai pencetus jerawat, seperti golongan steroid androgenik (seperti penyalahgunaan steroid, beberapa pil pengendali kelahiran), iodine di campuran obat batuk.
Gangguan/kelainan endokrin juga memicu munculnya jerawat, seperti sindrom ovarian polikistik, sindrom Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, tumor pensekresi androgen, akromegali.
Diet high-dairy dan tinggi glikemik dapat mengeksaserbasi munculnya jerawat. Beberapa kasus jerawat dapat memburuk akibat terpapar asap rokok.
sementara itu, American Academy of Dermatology menjelaskan klasifikasi jerawat sebagai berikut:
Pertama, jerawat ringan: memiliki karakteristik komedo (lesi noninflamasi), sedikit papul dan pustul (umumnya kurang dari sepuluh), tidak ada nodul.
Kedua, jerawat sedang: ada beberapa hingga banyak papul dan pustul (10 hingga 40), disertai komedo (10 hingga 40).
Keberadaan lebih dari 40 papul dan pustul disertai dengan lesi peradangan noduler yang luas dan dalam (sampai berjumlah lima) menandakan tingkat jerawat agak berat (moderately severe acne).
Ketiga, jerawat berat atau parah: keberadaan papul, pustul, lesi noduler dapat dikatakan banyak dan mengenai area kulit yang luas.
Diagnosis
Dokter atau ahli dermatologi akan melakukan anamnesis dan observasi secara komprehensif, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, sebelum menentukan manajemen atau tatalaksana terbaik bagi penderita jerawat.
Saat anamnesis atau wawancara terstruktur, dokter secara mendetail akan bertanya tentang durasi, medikasi, produk kosmetika dan cleansing, stres, merokok, paparan, diet, riwayat keluarga. Kaum perempuan sering berjerawat seminggu sebelum menstruasi.
Beberapa diagnosis banding jerawat juga perlu diperhatikan, seperti akne rosacea, akne steroid, miliaria, dermatitis seboreik, pioderma Staphylococcal, folikulitis gram negatif dan gram positif, erupsi obat, hiperplasia sebasea, angiofibroma, karsinoma sel basal, osteoma cutis, hidradenitis supuratif, dermatitis perioral, Pseudofolliculitis barbae, keratosis pilaris, verruca vulgaris dan plana, sarkoidosis, molluscum contagiosum.
Selain diagnosis banding, dokter juga perlu memerhatikan kondisi lain yang umumnya terkait erat dengan jerawat, seperti akne fulminan, akne konglobata, akne pomade, pioderma fasiale, sindrom SAPHO (Synovitis, Acne, Pustulosis, Hyperostosis, Osteitis), sindrom PAPA (Pyogenic Arthritis, Pyoderma gangrenosum, Acne), sindrom SAHA (Seborrhea, Acne, Hirsutism, Alopecia), sindrom Apert, sindrom Beh?et.
Pada penderita berkulit gelap, dijumpai 50 persen skar keloid dan 50 persen makula hiperpigmentasi akne.
Dokter akan memberikan penatalaksanaan jerawat sesuai klasifikasinya. Untuk tipe pertama, dokter akan merekomendasikan pemberian obat golongan keratinolitik.
Untuk tipe kedua, dokter akan meresepkan benzoyl peroxide ? antibiotik topikal dan agen keratinolitik. Untuk tipe ketiga, dokter akan menambahkan antibiotik sistemik pada terapi regimen tipe kedua.
Untuk tipe empat, yakni jerawat inflamasi atau peradangan yang parah, dokter akan memberikan terapi sama dengan tipe ketiga, atau isotretinoin.
Retinoid topikal merupakan terapi lini pertama untuk maintenance. Dokter tidak pernah merekomendasikan pemberian antibiotik jangka panjang sebagai maintenance.
Golongan antibiotik topikal, seperti erythromycin 2 persen dan clindamycin 1 persen, tidak pernah direkomendasikan sebagai monoterapi.
Dokter perlu mempertimbangkan efek samping agen keratinolitik (alpha-hydroxy acids, salicylic acid, azelaic acid), berupa kulit kering, kulit kemerahan atau eritema, scaling.
Pemberian tretinoin juga perlu mempertimbangkan formulasi dan variasi kekuatan, diberikan sesaat sebelum tidur, setelah sebelumnya kulit yang berjerawat dibersihkan, biarkan kulit kering 30 menit sebelum diberi tretinoin. Tretinoin tidak dianjurkan untuk perempuan yang sedang hamil dan menyusui.
Jerawat dapat dicegah dengan manajemen stres, merawat wajah sebelum dan sesudah tidur, senantiasa menjaga kebersihan kulit, mencegah tangan sering menyentuh muka, menghindari faktor pencetus timbulnya jerawat.
Selain itu, menghindari makanan dengan indeks glikemik tinggi, membatasi asupan susu, berkonsultasi dengan dokter secara teratur, serta berpola hidup 4S, yakni sehat, seimbang, selaras, dan serasi.
Penulis adalah dokter literasi digital, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar, Director Divisi Campus Networking Indonesia Marketing Association/IMA Chapter Makassar, penulis 20 buku, pegiat literasi komunitas riset
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta