Atau dalam bahasa lain proposal pemerintah Indonesia unruk mengembalikan uang kotor kepada para pemiliknya di Indonesia ditolak oleh “penata keuangan global” atau dalam bahasa lain kekayaan keuangan mereka sudah dukunci.
Kekayaan keuangan senilai lebih dari Rp. 11 ribu triliun tersebut sebagaimana dikatakan Bambang Brojonohoro (Sekarang Kepala Bappenas), ternyata oleh internasional tidak dikategorikan sebagai masalah perpajakan atau tidak diketegorikan dalam lingkup sengketa perpajakan.
Uang tersebut telah dikategorikan senagai hasil kejahatan keuangan yang harus diselesaikan bukan dengan tax amnesty akan tetapi proses peradilan terhadap kejahatan keuangan.
Maka pada Februari 2019 Indonesia “dipaksa” menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Swiss di Bernerhof Bern, Swiss. Swiss merupakan tempat dimana sebagian besar yang hasil kejahatan keuangan itu disimpan.
Penandatangan kesepakatan itu dilakukan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly, dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter.
Penandatangan MLA Indonesia-Swiss merupakan babak baru dalam menyelesaikan kasus kejahatan keuangan di Indonesia. Perjanjian yang disepakati berisi, 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Berbeda dengan tax ambesty yang merupakan program mengembalikan kekayaan keuangan kepada Pemiliknya, MLA adalah program untuk memgembalikan hasil kejahatan keuangan kepada negara yang merupakan asal usul uang tersebut.
Artikel ini ditulis oleh: