Ubedilah Badrun

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Politik, Ubedilah Badrun menegaskan Presiden Jokowi berperan besar dalam kemunduran demokrasi Indonesia. Peranan besar Jokowi dalam memundurkan demokrasi sudah terlihat sejak dia mendukung Revisi UU KPK pada 2019.

“Setelah revisi UU KPK itu, Presiden seolah-olah memberi ruang pada jajarannya untuk bertindak koruptif tapi bermain ‘cantik’,” ujar Ubedilah dalam edisi perdana podcast Narada Syndicate Demokrasi di Indonesia. Podcast kali ini dipandu oleh Kusfiardi, seorang aktivis 1998 di Jakarta ditulis Sabtu (16/12/23).

Pasca revisi UU KPK itu sangat tampak juga nepotisme yang melibatkan Jokowi dan anak-anaknya dalam bisnis terjadi.

Menurutnyta, nepotisme itu sangat merusak demokrasi.

“Dan sekarang semakin terbukti, karena Gibran anak Presiden, dia bisa jadi calon wakil presiden,” ujar Ubedilah.

Jokowi, sambung Ubedilah, juga tak mendengar aspirasi publik yang menolak UU Omnibus Law. UU yang dinilai mengandung pemiskinan sistemik itu tetap disahkan meski banyak penolakan.

Dan tidak didengarnya berbagai aspirasi rakyat itu, menurut Ubedilah membuat indeks demokrasi kita anjlok hingga skor 6.30.

“Itu menunjukkan bahwa di rezim saat inilah, indeks demokrasi terburuk kita peroleh,” ujarnya.

Jadi, sambung Ubedilah, Jokowi sebagai aktor politik menjadi faktor yang membuat demokrasi Indonesia memburuk.

Menurutnya, era Jokowi ini telah masuk pada New Authoritarianism. Dalam otoritarianisme baru ini, tindakan otoriter rezim berlindung dibalik regulasi.

“Hal itu tampak ketika keinginan Jokowi mengendalikan KPK dilegalkan oleh revisi UU KPK, kemudian sentralisasi perizinan dilegalkan oleh UU Omnibus Law. Yang paling parah, adalah ketika kehormatan Mahkamah Konstitusi dirubuhkan oleh keluarganya, dan Jokowi diam,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka
Arbie Marwan