Anggota DPR RI, Fraksi PPP Arsul Sani
Anggota DPR RI, Fraksi PPP Arsul Sani

Jakarta, aktual.com – Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komaruddin menilai permintaan untuk menghindari keikutsertaan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (Pemilu) dianggap berlebihan.

“Pak Arsul Sani yang dianggap tidak boleh memimpin sidang, itu berlebihan. kenapa? Karena bagaimanapun yang bersangkutan sudah dilantik dan sudah tercatat sebagai Hakim Konstitusi,” ucapnya.

“Artinya punya hak, punya kewenangan, punya tanggung jawab untuk bisa memimpin jalannya persidangan karena punya hak yang sama dengan anggota anggota yang lain,” lanjutnya.

Ujang juga yakin bahwa potensi konflik kepentingan, atau conflict of interest, karena Arsul pernah aktif di partai politik, tidak akan terjadi.

“Terkait kritikan agar tidak ada conflict of interest karena latar belakangnya sebagai politisi. Pak Arsul Sani bukanlah satu satunya hakim, banyak hakim yang turut serta bersidang dengan Pak Arsul Sani,” ucapnya.

Ujang mengimbau semua pihak untuk tidak menciptakan kesan bahwa Mahkamah Konstitusi selalu terlibat dalam urusan politik.

“Bagaimana pun harus menjaga marwah MK sebagai lembaga yang terhormat, sebagai institusi yang bermartabat, yang harus kita jaga kehormatannya dan martabatnya tersebut, dalam konteks untuk bisa menyelesaikan persoalan sengketa pemilu secara objektif dan independen,” katanya.

Semua pihak, katanya, harus memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada hakim-hakim MK untuk bertindak secara patriotis dan akan memutuskan sengketa pemilu tersebut dengan adil, jujur, objektif, dan sebaik mungkin.

Selain itu, Ujang mencatat bahwa Arsul Sani bukanlah Hakim MK pertama yang memiliki latar belakang politik. Sebelumnya, MK dipimpin oleh Hamdan Zoelva, yang sebelumnya adalah anggota dari salah satu partai politik.

“Mahkamah Konstitusi pernah di pimpin oleh seorang Hamdan Zoelva yang notabene mantan kader salah satu partai politik, dan pernah memimpin sengketa pemilu dan semua putusannya objektif dan independen. Dan ini sebagai catatan sejarah,” ucapnya.

Ujang menegaskan bahwa jika Arsul Sani dikecualikan dari sidang, jumlah hakim MK akan berkurang. Hal ini disebabkan Anwar Usman juga telah dikecualikan dari sidang.

“Pak Anwar Usman sudah dilarang lalu jika Pak Arsul Sani juga dilarang, maka hakim MK semakin berkurang. Belum lagi kita tidak tahu ada force majeure atau ada kejadian yang luar biasa lain yang mengenai hakim MK yang menyebabkan hakimnya berkurang kembali. Artinya semakin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam keputusannya itu,” lanjutnya.

Artinya, kata Ujang, semakin sedikit dan kemungkinan besar terjadi deadlock dalam mengambil keputusan.

“Oleh karena itu semua mata masyarakat Indonesia untuk bisa memberikan kesempatan kepada hakim-hakim MK termasuk Pak Arsul Sani untuk memutus perkara dengan sebaik-baiknya, dengan sejujur-jujurnya, sedail-adilnya, dengan objektif dan independent, apa pun latar belakangnya,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain