Jakarta, akurat.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kesiapannya untuk bekerja sama dengan lembaga negara lain, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam memperkuat pengawasan dan penindakan terhadap dugaan tindak pidana korupsi.
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyusul pernyataan Prof. Mahfud Md yang menyinggung dugaan mark up proyek kereta cepat Whoosh. Sebelumnya, Mahfud melalui akun YouTube Mahfud MD Official menyoroti adanya perbedaan besar dalam perhitungan biaya pembangunan proyek kereta cepat Jakarta–Bandung.
Ia mengungkapkan adanya selisih antara kalkulasi versi Indonesia dan versi China. Menurut Mahfud, versi Indonesia mencatat biaya sekitar 52 juta dolar AS per kilometer, sedangkan versi China hanya sekitar 17–18 juta dolar AS per kilometer. Perbedaan tersebut membuat Mahfud mencurigai adanya kenaikan biaya hingga tiga kali lipat dari angka seharusnya.
Menanggapi hal itu, KPK mengapresiasi kepedulian Mahfud terhadap isu korupsi dan menyambut baik bila ada data pendukung yang dapat memperkuat proses penelusuran. “Jika memang menemukan adanya informasi atau dugaan awal termasuk data-data dugaan tindak pidana korupsi, KPK mendorong kepada masyarakat untuk kemudian menyampaikan kepada KPK,” ujar Budi Prasetyo.
Ia menegaskan bahwa KPK siap mempelajari dan menelaah setiap informasi yang disampaikan untuk memastikan ada tidaknya unsur tindak pidana korupsi serta relevansinya dengan kewenangan lembaga. “Informasi dan data tersebut tentu nanti akan dipelajari ditelaah apakah ada unsur-unsur dugaan tindak pidana korupsinya atau tidak. Kemudian tentu nanti akan ditelaah, apakah juga menjadi bagian dari tugas fungsi kewenangan KPK,” katanya.
Dalam menjalankan tugasnya, KPK tidak bekerja sendiri, melainkan berkoordinasi dengan berbagai lembaga pengawas keuangan negara. Budi menjelaskan bahwa hasil audit BPK maupun laporan analisis transaksi keuangan dari PPATK sering kali menjadi bahan awal pengembangan kasus.
“KPK juga dari informasi dan data awal yang diperoleh dari berbagai sumber, bisa dari PPATK, bisa juga dari laporan BPK, beragam sumber informasi dari KPK yang kemudian dipelajari, dianalisis dan ketika memang ditemukan adanya dugaan awal terjadi tindak pidana korupsi, maka KPK kemudian melakukan pendalaman untuk menelusuri dugaan tersebut,” ujarnya.
Ia menambahkan, sinergi dengan BPK dan PPATK menjadi bagian penting dalam membangun sistem pengawasan yang lebih komprehensif. Melalui kerja sama tersebut, KPK dapat memperoleh gambaran lebih luas mengenai aliran dana, potensi penyimpangan, dan pola penyalahgunaan anggaran yang terjadi dalam proyek pembangunan.
“Penanganan perkara di KPK itu tidak hanya bermula dari laporan aduan masyarakat, tapi juga KPK bisa melakukan case building dari data informasi awal yang bersumber dari sumber-sumber lainnya, seperti BPK, BPKP misalnya dari laporan auditnya, dan dari PPATK misalnya dari informasi terkait dengan aliran uang,” jelas Budi.
Dengan terbukanya ruang kolaborasi antara KPK, BPK, dan PPATK, Budi berharap pemberantasan korupsi di Indonesia semakin efektif dan menyentuh akar persoalan. Ia menegaskan, KPK siap menindaklanjuti setiap data valid yang diberikan oleh masyarakat maupun tokoh publik seperti Prof. Mahfud Md agar penegakan hukum dapat berjalan transparan, akuntabel, dan berbasis bukti yang kuat.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















