Ketua Pansus Pelindo Rieke Diah Pitaloka, Anggota Pansus Pelindo Wahyu Sanjaya dan Pengamat Hukum Universitas Al-Azhar Rahmat Bagja menjadi narasumber diskusi Dialektika Demokrasi yang mengambil tema "Dimana Muara Pelindo Gate" di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (13/11/2015). Pansus Pelindo harus fokus untuk menggali kebenaran informasi tersebut, dalam pengelolaan pelabuhan, Indonesia tidak bisa didikte oleh pihak asing karena keuntungannya tidak bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia.

Jakarta, Aktual.com – Meski dukung keinginan Pemerintahan Joko Widodo untuk disahkannya UU Tax Amnesty (pengampunan pajak), namun Fraksi PDI-P tetap menyoroti beberapa hal.

Seperti disampaikan Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka soal sikap pimpinan dewan atas ‘minder head nota’ (catatan keberatan) untuk pengesahan Rancangan UU Tax Amnesty. Diingatkan dia, ‘minder head nota’ bukan hanya sekedar catatan tanpa arti yang tidak perlu dapat perhatian.

“Tidak bisa pimpinan DPR mengatakan minder head nota itu bukan catatan, itu catatan keberatan. Saya kira mohon dukungan dari publik bahwa kita memilih mendukung pak Jokowi dengan jalan lurus,” kata Rieke, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (28/6).

Pernyataan Menteri Keuangan Bambang Brojonegoro mengenai adanya harta WNI yang ‘parkir’ di luar negeri sekitar Rp11 ribu triliun lebih yang dipotong 30 persen wajib pajak hanya sekitar Rp3.500 triliun saja.

“Saya tidak paham bagaimana Rp3500 triliun lalu yang masuk hanya Rp165 triliun. Sisanya Rp3300 triliun sekian dimana? Mau dilepas?” ujar dia heran.

Pembahasan Cepat dan Tertutup

Dia juga pertanyakan cepatnya pembahasan RUU Tax Amnesty. Padahal, ujar dia, saat masih di Baleg DPR periode lalu proses pembahasan tidak bisa secepat itu.

“17 hari kerja dari satu hotel ke hotel lain. Bukan di DPR loh dan bersifat tertutup. Terbuka itu kemarin di Komisi XI tapi seluruh proses yang ada tertutup,” ujar dia.

Diingatkan dia, Fraksi PDI-P sangat mendukung keinginan pemerintah untuk UU Tax Amnesty, asal harus jelas prosesnya dan terbuka ke publik.

“Mari kita buat UU yang publik ikut mengetahui prosesnya. Semua UU itu saya tahunya terbuka. Ada hal yang tertutup, tapi menyangkut UU tidak menyangkut kerahasiaan asusila anak, sebaiknya terbuka saja supaya tidak ada kecurigaan,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Novrizal Sikumbang