Ilustrasi penculikan (Getty images/EyeEm)

Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko memberikan perhatian serius terhadap meningkatnya kasus penculikan anak di berbagai daerah. Ia menilai maraknya peristiwa tersebut menunjukkan lemahnya sistem perlindungan anak yang mudah disalahgunakan oleh pelaku kejahatan.

“Penculikan anak bukan masalah lokal atau insidental, ini adalah peringatan serius bahwa sistem kita rentan dieksploitasi,” kata Singgih kepada wartawan, Sabtu (15/11/2025).

Singgih menekankan bahwa isu penculikan dan perdagangan anak harus ditempatkan sebagai prioritas legislasi sekaligus pengawasan. Ia mengingatkan bahwa eskalasi kasus yang muncul di ruang publik hanyalah sebagian kecil dari persoalan yang lebih kompleks.

“Kasus yang muncul di permukaan, seperti hilangnya balita Bilqis, kemungkinan hanya sebagian kecil dari potensi kejahatan yang lebih sistemik dan tersembunyi,” ujarnya.

Ia juga menyoroti perlunya penguatan regulasi media sosial karena sejumlah kasus terjadi akibat celah pengawasan digital. Menurutnya, pemerintah bersama Komisi I serta Kementerian Komunikasi dan Informatika harus segera meninjau ulang aturan terkait platform digital.

“Pemerintah bersama Komisi I dan Komunikasi dan Informatika harus segera melakukan evaluasi regulasi platform digital. Media sosial harus bertanggung jawab atas konten ‘adopsi ilegal’ dan transaksi anak, serta memperkuat kanal pengaduan yang responsif dan transparan,” jelasnya.

Sinkronisasi antarlembaga juga menjadi perhatian Singgih. Ia menilai kerja sama yang solid antara Kepolisian, Kominfo, Kementerian Sosial, dan lembaga masyarakat sangat diperlukan untuk mengungkap jaringan pelaku.

“Tim khusus bisa dibentuk untuk menyelidiki sindikat-sindikat adopsi ilegal yang menggunakan platform digital,” ujarnya.

Selain itu, ia menegaskan pentingnya edukasi literasi digital bagi orang tua serta dukungan psikologis jangka panjang bagi anak korban penculikan. Menurutnya, DPR dapat mendorong alokasi anggaran khusus untuk layanan rehabilitasi, pendampingan hukum, serta penguatan sistem pendataan korban.

“DPR bisa mendorong penganggaran khusus untuk layanan rehabilitasi dan pendampingan hukum bagi mereka, serta memperkuat sistem pendataan korban agar bisa di-track dan dipantau,” paparnya.

Lebih jauh, Singgih meminta adanya keterbukaan data terkait penculikan dan perdagangan anak agar kebijakan pencegahan dapat dirancang secara tepat sasaran.

“Jumlah laporan, modus yang paling umum, hasil penanganan, dan rekomendasi penindakannya (dirilis). Dengan data yang jelas, kebijakan pencegahan bisa lebih efektif,” tuturnya.

Sebagai catatan, publik sebelumnya dihebohkan dengan hilangnya Bilqis, balita berusia empat tahun di Makassar, yang ditemukan hampir seminggu kemudian di Jambi setelah menjadi korban penculikan dan dijual dengan surat palsu. Selain itu, kasus hilangnya Alvaro Kiano Nugroho (6) di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, masih menjadi misteri setelah delapan bulan belum ditemukan.

Artikel ini ditulis oleh:

Rizky Zulkarnain