Jakarta, Aktual.com — Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Pandu Sjahrir menanggapi adanya penolakan dari berbagai lapisan masyarakat atas dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan batubara sebagai bahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Pandu mengakui memang batubara merupakan sumber energi yang tidak bersih, akan tetapi menurutnya ini sangat membantu pembangunan ekonomi nasional karena mampu menghasilkan listrik yang lebih murah.
Dia menegaskan bahwa APBI tidak mempermasalahkan jika seandainya kebijakan pemerintah Jojowi-JK dalam pembangunan listrik 35.000MW tidak menggunakan batubara, namun dia memperkirakan program tersebut akan sulit terealisasi karena tanpa sumber batubara akan membutuhkan biaya yang sangat tinggi.
“Memang batubara bukan energi yang bersih, tapi batubara merupakan sumber energi yang paling murah. APBI tidak mempermasalahkan jika program 35.000MW tidak menggunakan batubara, tapi apakah masyarakat dan industri mampu membayar listrik dari energi terbarukan yang sangat mahal,” katanya di Menara Kuningan Jakarta, Kamis (19/5).
Lebih lanjut dia yakin pemerintah tidak akan mampu menghindari penggunaan batubara sebagai sumber energi, karena pemerintah membutuhkan energi yang murah untuk mengerak ekonomi nasional.
Sebelumnya Country Leader for General Electric (GE) Gas Power Systems Indonesia, George Arie W.Djohan menyampaikan adanya kebijakan kontradiktif pemerintah untuk mendorong pengembangan pembangunan pembangkit listrik dari Energi Baru Terbarukan (EBT) atau renewable energi.
Di satu sisi pemerintah mendorong bauran energi mencapai 23 persen dari energi nasional berupa Energi Baru Terbarukan pada tahun 2025, dan meningkat menjadi 31 persen pada 2050.
Namun kenyataannya pemerintah juga tidak mengurangi penggunaan sumber energi dari bahan non renewable energi, hal ini bisa dilihat dari proyek pembangunan listrik 35.000 MW, sebanyak 20.000 MW akan menggunakan PLTU berbasis batubara.
Maka dari itu, George mempertanyakan keseriusan pemerintah untuk mendorong EBT, menurutnya selama renewable berkompetisi dengan pembangkit batubara maka renewable tidak akan berkembang lantaran harga listrik yang dihasilkan dari renewable tidak cukup kompetitif atau lebih mahal.
“Kalau pemerintah serius untuk memperbanyak pembangkit renewable, harusnya semua regulasi atau sistem rarifnya harus dibenahi.Kemudian juga harus ada pemahaman dari PLN untuk suport program elektrik city, karena kita lihat PLN selalu pengen beli listrik lebih murah padahal kita tahu sendiri renewable tidak mungkin murah, renewable kan rama lingkungan, gak mungkin uda rama lingkungan murah juga,” katanya di Hotel Mulia Jakarta, Kamis (12/5).
Lebih lanjut menurutnya pemerintah sebenarnya tidak cermat dengan tidak menghitung dampak negatif yang ditimbulkan akibat pengunaan jenis energi polutif seperti batu bara, jika pemerintah cermat maka akan diketahui resikonya jauh lebih mahal.
“Pengunaan listrik non renewable energi dari dampaknya banyak masyrakat yang mengalami kerugian baik langsung maupun tidak langsung akaibat pencemaran, mulai dari terserang penyakit hingga mengganggu pertanian dan ekosistem lainnya, biaya itukan tidak diperhitungkan pemerintah, tentu itu menjadi beban juga secara negara. listrik yang renewable agak sedikit mahal tapi kalau dievaluasi secara makro ternyata wajar,” pungkasnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka