Jakarta, Aktual.com — Wartawan senior alm Rosihan Anwar selain pewarta ulung dan jeli pengamatannya dalam menangkap intisari kejadian, juga pandai mengkarakterisasikan beberapa figur politik Indonesia.
Salah satunya, Megawati presiden RI, yang dia gambarkan seorang yang flegmatis. Menurut kamus, phlegmatic berarti bersikap berdarah dingin. Kalau menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, flegmatis berarti: bertemparemen lamban, tidak mudah terangsang, dan punya kebiasaan yang sukar diubah.
Frase flegmatis ini bermula ketika majalah terkemuka Amerika Serikat Newsweek menulis sebuah artikel bertajuk “The Phlegmatic Megawati,” untuk menggambarkan tabiat Megawati yang unik dan khas di tengah-tengah suasana genting menjelang dan sesudah terjadinya kerusuhan 27 Juli 1996, penyerbuan kantor Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang dibaca berbagai kalangan sebagai upaya menggulingkan Mega dari tampuk pimpinan partai, yang dipandang mengancam kelangsungan kekuasaan pemerintahan Suharto.
Karakter model begini, kalau menurut amatan saya, biasanya punya kecenderungan untuk berani melawan arus, dan bahkan tidak populer, atas keputusan yang dia ambil. Bahkan ketika keputusan yang dia ambil itu dinilai publik tidak baik atau berdampak buruk.
Kalau melihat betapa ngototnya pemerintah untuk melanjutkan proyek kereta super cepat, saya yakin Presiden Jokowi sangat dipengaruhi oleh watak flegmatis Megawati dalam mempertahankan kebijakan mendukung proyek super cepat Jakarta-Bandung ini. Begitupula dalam menyikapi isu perpanjangan kontrak Freeport.
Saya kira aspek psikologis-politis pemerintahan Jokowi-JK harus kita pahami dalam perspektif ini. Sebab watak flegmatis ini, pada perkembangannya, bukan sekadar mengindikasikan masih berperannya Mega dalam ikut mengatur dari belakang layar sebagai sang “Ibu Suri”, tapi sekarang watak flegmatis Mega telah meraga alam tubuh pemerintahan Jokowi-JK itu sendiri.
Yang dicirikan antara lain: Sulit dimengerti dan sulit diduga, keras kepala, acuh tak acuh, ndableg, dan bahkan terkesan gaib dan serba mistis. Namun sisi menariknya, kadang melakukan hal-hal yang sama sekali kita tidak perhitungkan. Punya kecenderungan bermain di luar pakem. Penuh teka-teki dan banyak menyimpan rahasia.
Tapi bagi saya, memahami karakter flegmatis dalam diri pemerintahan sekarang ini, setidaknya ke depan kita sudah punya gambaran bahwa pemerintahan ini dibangun atas dasar pola-pola khusus yang dari awal sudah dirancang dan terencana. Hanya saja memang karakter flegmatis pemerintahan Jokowi belum banyak dikenali banyak orang.
Jadi dalam menangani proyek kereta api super cepat Jakarta-Bandung, soal Revisi UU KPK, soal perpanjangan Freeport, sampai ke soal pergantian Kapolri, sebaiknya kita siap-siap saja mencermati munculnya hal-hal yang tak terduga dan penuh kejutan, sebagai dampak dari watak flegmatis Mega yang sepertinya sudah meraga dalam tubuh pemerintahan Jokowi-JK.
Ketika kendali dan campur-tangan Mega begitu besar kepada Jokowi pribadi maupun arah kebijakan pemerintahannya, maka satu pertanyaan penting adalah: Apakah berarti Jokowi akan diilhami oleh gagasan-gagasan cemerlang dan penuh terobosan dari bapak pendiri bangsa dan Presiden pertama RI Bung Karno yang dilandasi oleh Skema Trisakti?
Menjawab pertanyaan sederhana namun pelik ini, sontak saya ingat ungkapan menarik Prof RE Elson dari Universitas Griffith, Brisbane, dalam bukunya “Suharto a Political Biography”, yang menurut saya sangat tepat mengkarakterisasi Megawati:
“Megawati yang ningrat, agak sedikit berbakat secara pribadi, tapi pewaris dari rasa rindu yang bertumbuh terhadap kepribadian ayahnya.”
Maka terjawablah sudah pertanyaan saya tadi. Melalui watak flegmatis Megawati, pemerintahan Jokowi-JK mustahil untuk menindaklanjuti intisari gagasan besar dan ajaran Bung Karno yang terkandung dalam Skema Trisakti. Melainkan hanya sekadar mewarisi rasa rindu Mega terhadap kepribadian Bung Karno, dan bukan pada esensi sejarah dan inti ajaran Bung Karno.
Artikel ini ditulis oleh:
Hendrajit