Terlihat bendera Partai Golkar dan Partai Nasdem dibawa para peserta aksi 412 dalam acara parade "Kita Indonesia" di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (4/12/2016). Sebelumnya Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarno meminta panitia parade budaya Kita Indonesia dapat menertibkan peserta agar tak mengenakan atribut partai politik. Pasalnya, sesuai dengan Pergub No 12.2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) salah satu pasal tertulis HBKB atau Car Free Day (CFD) tak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan parpol, SARA serta orasi ajakan yang bersifat menghasut.

Jakarta, Aktual.com – Aksi demonstrasi 4 Desember oleh dua partai politik pendukung pemerintah yaitu Golkar dan NasDem, menuai kecaman dari berbagai kalangan masyarakat khususnya warga DKI Jakarta.

Sebab aksi yang bertemakan Kita Indonesia itu, pendemo secara terang-terangan mengenakan atribut partai, pun menggelar aksi di area Car Free Day (CFD). Padahal kegiatan CFD harus steril dari agenda berbau politik yang syarat kepentingan.

Salah satu penggagas CFD, Ahmad Safrudin mengaku kecewa dengan adanya kegiatan politik dan berlangsung di Bundaran HI, Minggu, (4/12) kemarin.

Pasalnya demo yang disebut-sebut sebagai aksi tandingan ‘gerakan Bela Islam III Super Damai 212’ terkait kasus penodaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok melanggar Pergub nomor 12/2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB).

“Aksi Kita Indonesia kemarin, tidak sesuai dengan perjanjiannya. Dan kami nyatakan sangat kecewa,” kata Ahmad saat konferensi pers di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (5/12).

Sejak CFD digelar pertama kali pada Mei 2002, lanjut Safrudin, acara ini merupakan ajang silaturahmi dan saling bertukar pikiran antar-warga.

Akan tetapi ada upaya dari pihak-pihak yang ingin mencederai cikal bakal digagasnya kegiatan CFD.

Apalagi melakukan kampanye atau agenda politik dengan segudang kepentingan didalamnya. “Tidak sebagai ajang hasutan dan orasi-orasi. CFD adalah ruang publik yang kondusif untuk masyarakat bersosialisasi,” cetus dia.

Lebih jauh Ahmad menerangkan, CFD juga bertujuan sebagai wadah pengingat, betapa pentingnya menjaga kebersihan udara. Kegiatan yang berlangsung setiap hari Minggu ini, diharapkan bisa mengedukasi masyarakat untuk beralih ke kendaraan umum.

“CFD juga mempunyai pesan menciptakan publik space. Kemudian pemulihan kualitas udara. Lalu warga yang menginginkan ruang publik untuk aktivitas yang kondusif dan netral dari unsur SARA dan kepentingan politik,” terang Ahmad.

Sedangkan, aksi demo kemarin sudah merusak nilai-nilai yang sudah lama dibangun. Acara yang didesain secara positif ini, tercemar karena demo yang diisukan untuk menandingi Aksi Damai 212.

“Kami menggugat agar CFD dikembalikan ke fungsinya semula sebagai ruang publik untuk meningkatkan kualitas udara dan mengurangi ketergantungan penggunaaan kendaraan bermotor untuk mengurangi kemacetan,” tandasnya.

Dalam konferensi pers ini, para penggagas CFD juga menyampaikan sembilan pelanggaran yang dilakukan oleh pedemo. Pelanggaran ini mengingkari Pergub nomor 12/2016 tentang Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) Pasal 7 junto Perda nomor 2/2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Hal tersebut sebagai upaya penerapan UU nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP nomor 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara:

1. Penggunaan atribut partai politik mengindikasikan adanya kegiatan politik praktis dan kegiatan partai politik di area HBKB.
2. Penempatan panggung di Bundaran HI yang merupakan area steril dari panggung.
3. Penggunaan genset sebagai power supply mencemarkan udara.
4. Pengabaian pengelolaan sampah sehingga sampah bertebaran.
5. Penggunaan sound system melebihi standar HBKB.
6. Penempatan panggung melebihi dari yang diperbolehkan.
7. Pemblokiran jalur busway TransJakarta.
8. Pengabaian taman sehingga tanaman mengalami kerusakan.
9. Pendistribusian brosur yang faktanya berpotensi menjadi sampah di area HBKB. (Fadlan Syiam Butho)

Artikel ini ditulis oleh: