Jakarta, Aktual.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada Kamis (26/4), merilis berita tentang kematian Badak Jawa, jantan dewasa yang diidentifikasi bernama Samson. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan data hasil monitoring populasi yang dilakukan selama ini. Samson ditemukan mati oleh petugas Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dengan posisi mengambang di pantai Karang Ranjang, Resort Karang Ranjang, SPTN Wilayah II Pulau Handeuleum, Taman Nasional Ujung Kulon.

Mengetahui hal tersebut, Tim dokter hewan WWF Indonesia yang berkantor di Carita yaitu Drh. Zulfikri dan Drh. Gita Alvernita, bersama dengan Dr. Drh. Sri Estuningsih, M.Si, APVet, ahli patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, melakukan investigasi forensik bangkai Badak Jawa tersebut. Hasilnya, pada pengamatan luar, kondisi bangkai badak masih utuh, cula masih menempel pada kepala, tidak ada tanda tanda luka pada tubuh. Kondisi bangkai menunjukkan sudah terjadi pembusukan yang ditandai dengan pengeluaran gas disertai busa dari celah kulit badak, kulit dan cula mudah terlepas. Pada bagian mata, mulut, hidung, alat kelamin dan anus berwarna merah. Ditemukan juga telur lalat, belatung pada permukaan kulit di bagian kaki depan dan belakang.

Hasil pengamatan bagian dalam (hasil nekropsi) terdapat perubahan warna pada sebagian besar organ (ginjal, paru, hari, limpa dan usus) yang telah mengalami pembusukan ditandai dengan konsitensi organ yang sudah lunak menyerupai bubur dan perubahan warna organ, serta terdapat gas. Pada rongga tubuh thorax dan abdomen ditemukan cairan transudat yang cukup banyak. Pada usus ditemukan adanya bagian usus yang terpuntir antara usus halus dan usus besar yang menyebabkan terjadinya rupture usus bagian sekum. Isi usus sebagian terhambur mengenai dinding serosa usus yang ditandai adanya sisa makanan menempel pada serosa usus dan dinding badan (peritoneum). Di dalam saluran pencernaan terdapat cacing berbentuk bulat yang ditemukan dalam jumlah banyak. Tim juga mengambil beberapa sampel organ yang masih dinilai layak untuk diperiksa lebih lanjut di laboratorium Histopatologi, Divisi Patologi FKH IPB.

“Dari hasil nekropsi, beberapa organ sudah dalam keadaan hancur akibat proses pembusukan seperti ginjal dan paru-paru” jelas Estu.

“Kesimpulan awal, penyebab kematian badak ini adalah kholik atau torsio usus, yaitu usus besar dan usus kecil terpuntir (torso), mengakibatkan kerusakan pada usus besar, hingga bakteri mikroflora usus menghasilkan racun dan kemudian menyebar ke seluruh tubuh badak,” tambah Estu.

Tim juga tidak menemukan tanda adanya penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit yang bersifat akut. Drh Kurnia Khairani, Project Leader WWF-Indonesia, kantor Ujung Kulon menegaskan “Paling penting, kematian ini bukan disebabkan oleh perburuan badak, karena cula masih menempel pada tubuh badak”. Lanjutnya, “Hasil nekropsi menyatakan bukan disebabkan sakit infeksius yang artinya bukan disebabkan oleh penyakit menular berbahaya seperti anthrax dan lainnya”. Lanjut Nia “Kami mendorong pemerintah untuk segera merampungkan Strategi Konservasi Badak 2018-2023, dan fokus untuk mengembangkan populasi kedua Badak Jawa selain di Ujung Kulon untuk mencegah punahnya Badak Jawa disebabkan oleh penyakit epidemi yang masif, bencana alam seperti tsunami atau gempa bumi” lanjut Nia.

Penyakit infeksius yang bersifat epidemik dikhawatirkan dapat menyebar secara cepat ke seluruh populasi Badak Jawa apabila kondisi hanya single populasi yaitu hanya ada di Ujung Kulon. Oleh karenanya pengembangan populasi ke-dua harus segera menjadi prioritas strategi konservasi badak jawa ke depan.

Kematian Samson merupakan salah satu dari dinamika populasi badak Jawa yang ada di dalam Kawasan TNUK. Pembelajaran penting dari kematian “Samson” ini adalah penanganan kematian Badak Jawa berlangsung lebih cepat dan efisien dibanding sebelumnya. Respon cepat ini tidak terlepas berkat adanya Unit Monitoring Badak dan Unit Ksehatan Badak yang menjadi tulang punggung pengelolaan populasi Badak Jawa di Ujung Kulon. Proses koordinasi Balai TNUK bersama para mitra termasuk WWF-Indonesia mampu merespon secara cepat proses penanganan mulai dari evakuasi, investigasi forensik yang melibatkan tenaga ahli dari pihak Universitas hingga proses publikasi sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: