Jakarta, aktual.com – Saudaraku, apakah karena pesta demokrasi yang bikin elit negeri mabuk kepayang, sehingga lupa diri?
Setelah pemilu berakhir, pejabat negara belaga Malin Kundang yang menafikan asal. Merasa jadi tuan, tak sadar diri sebagai abdi.
Uang rakyat dihamburkan sesuka-suka, seolah hidup di negeri Sulaiman nan kerta-raharja. Kepantasan tak dihiraukan, membuat para pencoleng-pemabuk menguasai politik.
Ketika jutaan rakyat alit terlilit sulit dan pailit, wakil rakyat terus menuntut kenaikan tunjangan. Para pejabat memboroskan anggaran untuk pencitraan dan program kepalsuan. Pemimpin negara membentuk berbagai jabatan untuk menyenangkan rekan.
Saat perekonomian melesu, politik dirayakan dengan padat modal; melambungkan ekonomi biaya tinggi. Saat anggaran negara harus ditutupi dengan utang, aneka pesta pemilihan dibiarkan menghabiskan triliunan. Proyek infrastruktur dipacu tanpa mengindahkan keseimbangan. Pos anggaran disedot dengan aneka perjalanan rekaan.
Elit negeri harus disadarkan. Kita tak hidup di negeri dongeng. Pesta sudah usai, menyisakan negara diambang pailit. Cadangan keuangan menipis bahkan tak cukup untuk menjamin gaji pegawai.
Saatnya menjalani politik jalan sehat. Istiqomah mengikuti panduan pancasila dan konstitusi proklamasi.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan