Pasca dimenangkannya gugatan PBB oleh Bawaslu dalam sidang gugatan atas keputusan komisi pemilihan umum (KPU) atas verifikasi faktual dan syarat administrasi untuk menjadi peserta dalam kontesatsi di Pemilu 2019 mendatang.
Putusan itu sekaligus membatalkan Surat Keputusan (SK) Pemilu nomor 58 /PL.01.1.-Kpt/03/KPU/II/2018 yang dikeluarkan pada (17/02).
Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar mengatakan hasil verifikasi faktual berita acara menyatakan status kepengurusan, keterwakilan 30 persen perempuan, domisili kantor dan keanggotaan pada Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat telah memenuhi syarat. Verifikasi KPU di Kolaka Timur juga bersifat sah.
“Kabupaten tersebut merupakan daerah otonomi baru dan verifikasi dilakukan sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK),” kata Fritz, di Jakarta, Minggu (4/3/2018)
Sebelumnya, KPU menyatakan PBB tidak memenuhi syarat administrasi dan verifikasi faktual yang mencakup keberadaan pengurus inti parpol di tingkat pusat, keterwakilan perempuan minimal 30 persen dan domisili kantor tetap di tingkat DPP. Namun, penilaian itu dimentahkan oleh Bawaslu. Menurut mereka, PBB sudah memenuhi syarat verifikasi.
Dengan demikian, Bawaslu mengabulkan gugatan PBB dan menyatakan partai yang dipimpin oleh advokat Yusril Ihza Mahendra itu dapat bertarung di Pemilu 2019.
“Bawaslu mengabulkan gugatan PBB melawan KPU. Keputusan KPU yang menyatakan PBB tidak lolos (untuk maju di pemilu 2019) dibatalkan oleh Bawaslu. PBB dinyatakan sah sebagai peserta Pemilu 2019,” sebut Ketua Bawaslu, Abhan.
Keputusan Yusril Ihza untuk menjadi pengacara bagi Jokowi-Ma’ruf sudah barang tentu dalam dunia politik menimbulkan banyak intepretasi di publik. Pasalnya, Yusril Ihza sendiri merupakan Ketum PBB, dimana partai tersebut belum menentukan sikap untuk menggalang kekuatan politik untuk pasangan nomor urut 01 itu.
Sehingga, masuknya Yusril Ihza dinilai sebagai langkah awal membuka pintu koalisi dengan pasangan nomor urut 01 tersebut. Meskipun, Yusril Ihza menegaskan diterimanya tawaran untuk menjadi lawyer hanya sebatas kerjasama profesional bukan politis.
Jika PBB benar bergabung dengan pasangan petahana, maka representasi kelompok Islam dikubu Jokowi-Ma’ruf kian menguat, bila dibandingkan kubu Prabowo-Sandi.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Afriansyah Ferry Noor mengatakan, partainya belum memutuskan dukungan pada Pilpres 2019. Bahkan, sambung dia, PBB masih membuka kemungkinan untuk mendukung baik Paslon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin maupun nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Meskipun, kata dia, posisi Yusril Ihza Mahendra yang merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang telah menjadi pengacara Jokowi-Ma’ruf.
“Sekarang kami masih melihat kanan kiri ini yang mana yang baik untuk kami berikan dukungan,” kata Ferry ketika dihubungi, Rabu (7/11/2018).
Ferry mengatakan, partainya baru akan menentukan dukungan pada Pilpres 2019 akhir 2018. PBB, terlebih dahulu akan menggelar rapat koordinasi nasional untuk menampung aspirasi kader di bawah. Setelah menjadi pengacara Jokowi-Ma’ruf, kata Ferry, Yusril tidak memberikan arahan apa-apa terkait arah dukungan partai.
Dia yakin Yusril akan membebaskan partai menentukan dukungan sesuai mekanismenya. “Pak Yusril itu orangnya sangat bijaksana, dia tidak memaksakan kehendak beliau itu untuk partai,” terang dia.
Sementara itu, Pengamat Politik sekaligus Direktur Eksekutif Renaissance Political Research and Stduies (RePORT) Khikmawanto menganilai langkah Yusril Ihza untuk menerima tawaran dari kubu petahana sangatlah realistis di tengah pertarungan politik hari ini.
Dan ia berkeyakinan, jika masuknya Yusril Ihza akan diikuti dengan PBB sebagai basis representasi partai berbasis islam yang saat ini ada di dalam kubu Jokowi-Ma’ruf.
“Langkah PBB dan Yusril masuk ke dalam koalisi petahana sangatlah realistis juga, secara hitung-hitungan politik Yusril memiliki pandangan peluang perahana menang besar. Walaupun sebenarnya juga bisa dikalahkan,” kata Khikmawanto, saat dihubungi aktual.com, Kamis (8/11/2018).
Menurut dia, dalam politik partai yang merasa kecil dan peluang untuk kalah besar dalam pertarungan di Pemilu 2019 secara sadar maka akan mengabungkan diri kepada koalisi besar sehingga ketika koalisi itu menang akan ada daya tawar yang besar kepada partai tersebut.
“Dan saya kira Pak Yusril mencari aman saja mengambil keputusan gabung sebagai sebagai Ketum partai bukan sebagai pengacara Jokowi Maruf,” ujarnya.
Masih dikatakan dia, bila PBB akhirnya secara resmi mendukung pencalonan Paslon nomor urut 01, maka keputusan itu dapat dinilai melengkapi representasi kelompok Islam di kubu Jokowi.
Kendati demikian, ia menilai condognya kekuatan Islam kepada Jokowi-Ma’ruf hanya pada tingkatan elitnya saja.
“Kita realistis saja melihat pikiran umat islam terhadap pilihan politiknya. Sekalipun ada Maruf Amin saya melihat di tubuh NU sendiri masih terbelah dukunganya,” ujarnya.
NU, sebutnya, sebagai salah satu Ormas keagaaman terbesar masih diragukan akan all out mendukung Jokowi Maruf. “Dalam sejarah Pilpres yang calonya dari salah satu Ormas tidak bisa membuat menang,” tambah dia.
Ia justru lebih melihat jika forum kajian dakwa (majelis dzikir) sebagai kekuatan dan itu di luar dari Ormas yang selama ini dikenal, seperti NU, Muhammadiyah, ataupun Persis.
Dan majelis itu, justru tidak dilihat Jokowi maupun timnya. “Saya sependapat kalau kekuatan elit politik Jokowi saja yang kuat tapi tidak dengan akar rumput. Ditambah dengan masuknya Yusril tidak akan banyak berpengaruh, saya melihat umat Islam sebagai kader maupun simpatisan PBB sangatlah kecil, kalaupun berpengaruh PBB tentunya saat ini akan menjadi partai besar yang masuk ke parlemen,”terang dia.
“Harusnya team Jokowi fokus kepada lembaga lembaga kajian yang saya maksud tadi agar peluang menang semakin besar,” pungkasnya.
[pdfjs-viewer url=”https%3A%2F%2Fwww.aktual.com%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F11%2FYusril-ke-Jokowi-Representasi-Partai-Islam-Terakhir_AktualCom-8-11-2018.pdf” viewer_width=100% viewer_height=1360px fullscreen=true download=true print=true]
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang