Pengamat Hukum Yusril Ihza Mahendra bersama Ketua Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) Oesman Sapta, memberikan keterangan soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018 dan Keberlakuannya Terhadap Bakal Calon Anggota DPD yang 'Pekerjaannya' Fungsionaris Partai Politik di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/7/2018) Menurut Oso, keputusan MK itu dikeluarkan tanpa adanya konsultasi dengan DPD selaku pihak terkait. Oso yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura ini bahkan menganggap MK telah mengorbankan DPD dan juga KPU dalam amar putusannya. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengacara yang juga calon legislatif (Caleg) DPR RI dari Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra membantah pernyataan KPU bahwa advokat dilarang menjalankan profesinya karena namanya sudah tercantum dalam Daftar Calon Tetap (DCT) Anggota DPR RI.

Hal itu dinyatakan Yusril menanggapi “serangan” Komisioner KPU Hasyim Asy’ari dalam sidang Bawaslu yang memeriksa pelanggaran administrasi Pemilu atas laporan Oesman Sapta Odang (OSO).

Meskipun tidak hadir dalam sidang itu, Yusril tercantum sebagai pengacara yang mendampingi OSO. Selain menjadi pengacara OSO, Yusril juga diketahui menjadi pengacara untuk pasangan calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 01, Joko Widodo-Ma’ruf Amin untuk Pilpres 2019.

Sebelumnya, KPU berdalih dengan Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) sebagai dasar dari pelarangan ini.

Menurut Yusril, KPU telah salah menafsirkan isi dari dua pasal tersebut.

Dalam Pasal 240 ayat (1) huruf l disebutkan bahwa syarat untuk Bakal Calon Anggota DPR antara lain “bersedia untuk tidak berpraktik sebagai… advokat… yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak anggota DPR … sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Selanjutnya Pasal 240 ayat (2) huruf g menyebutkan bahwa kesediaan tersebut dituangkan dalam surat pernyataan. Surat pernyataan kesediaan itu berlaku juga bagi syarat “bersedia bekerja penuh penuh waktu”.

“Yang dimaksud dengan frasa ini dikemukakan dalam penjelasan yang mengatakan ‘bersedia untuk tidak menekuni pekerjaan lain apapun yang dapat menggangu tugas dan kewajibannya sebagai anggota DPR’,” jelas Yusril dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual, Jumat (28/12) malam.

Kesediaan seperti itu, kata Yusril, jelaslah baru berlaku apabila caleg tersebut nantinya terpilih dan dilantik sebagai anggota DPR.

Ia menambahkan, kesediaan untuk tidak berpraktik sebagai advokat ini dimasukkan dalam pasal tersebut karena dikhawatirkan akan menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang dan hak sebagai anggota DPR.

Yusril bilang, kalau baru sekedar bakal calon dan bahkan calon, konflik kepentingan seperti itu tidak akan ada.

“Konflik kepentingan akan ada jika seseorang caleg menjadi prajurit TNI, PNS, pejabat negara atau pimpinan BUMN/BUMD,” tegas pria yang juga ahli dalam hukum tata negara ini.

Karena itulah, lanjut Yusril, menurut Pasal 240 ayat (1) dan (2) wajib mundur dan pengunduran dirinya effektif jika namanya sudah masuk dalam DCT.

“Ketentuan seperti itu tidak berlaku bagi advokat, akuntan publik dan notaris penghasilannya tidak bersumber dari APBN atau APBD,” imbuhnya.

Terlebih, dalam frasa penutup dari Pasal 240 ayat (1) huruf l itu menyatakan advokat yang bersedia tidak akan berpraktik itu haruslah “sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, atau dalam hal ini adalah UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Pasal 20 ayat (3) UU Advokat mengatakan “Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi Advokat selama memangku jabatan tersebut”.

Dengan demikian, terang Yusril, jelaslah bahwa implementasi norma Pasal 240 ayat (1) huruf l dan ayat (2) huruf g yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah advokat tidak boleh menjalankan tugas profesi advokat jika ia telah dilantik dan selama ia menjadi pejabat negara.

Bakal calon ataupun calon anggota DPR yang namanya sudah masuk Daftar Calon Tetap (DCT) dikatakan Yusril bukanlah pejabat negara.

“Karena itu Advokat yang menjadi caleg, bahkan seandainya sudah terpilih sebagai anggota DPR, namun belum dilantik, maka tidak ada larangan apapun baginya untuk tetap menjalankan tugas profesi advokat,”

Yusril menyatakan keheranannya dengan ulah KPU yang menyerang dirinya dalam sidang Bawaslu yang memeriksa laporan OSO tentang pelanggaran administrasi Pemilu, tanpa dia sendiri hadir dalam sidang itu.

Menurut Yusril banyak caleg yang berasal dari kalangan advokat yang sampai saat ini tetap menjalankan profesinya tanpa pernah dipersoalkan KPU.

Dia menengarai KPU nampaknya khawatir berhadapan dengan dirinya, karena berkali-kalo KPU kalah di persidangan.

“KPU nampak mencari jalan agar tidak berhadapan dengan saya dalam sidang Bawaslu maupun pengadilan”.

Padahal menurutnya, sidang pengadilan itu adalah forum resmi untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Yusril menambahkan bahwa bagi dirinya tidak masalah jika namanya akan dicoret KPU dari DCT karena terus menjalankan profesinya sebagai advokat.

Dengan demikian, ia dapat membela semua pihak yang membutuhkan bantuan hukum, termasuk PBB, partai yang dipimpinnya, ataupun orang-orang yang diperlakukan secara tidak adil oleh KPU.

“Saya sudah pernah menjadi anggota MPR, DPR dan beberapa kali menjadi menteri. Saya tidak silau dengan jabatan,” jelasnya.

“Silahkan saja kalau KPU mau diskualifikasi saya dari caleg, dan mendiskualifikasi semua advokat yang menjadi caleg sekarang ini sambil tetap menjalankan profesi advokatnya” kata Yusril mengakhiri keterangannya kepada media.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Teuku Wildan