Pengamat AEPI, Asosiasi Pengamat Ekonomi Indonesia Salamudin Daeng, Wakil Ketua LKKNU, Luluk Nurhamida, Direktur Alvara, Hasanuddin Ali, Dosen FE UI, Berly Martawardaya menjadi narasumber pada acara diskusi di Gedung PBNU, Jakarta, Selasa (23/2/2016). Diskusi tersebut membahas tema "Tak Pa Pa Tolak TPP".

Jakarta, Aktual.com – Ketua Pusat Kajian Ekonomi Politik Universitas Bung Karno (UBK), Salamuddin Daeng menyamakan rezim pemerintahan Jokowi-JK dengan rezim pemerintahan penjajahan sebelum Indonesia merdeka, hal demikian dia tinjau dari aspek persoalan perpajakan terhadap rakyat.

Dia menceritakan, pada saat penjajah Inggris (Raffles) menerapkan sistem landrente (pajak tanah). Kemudian ketika penjajahan Hindia Belanda, diperkenalkan pajak kekayaan (1890), selanjutnya Hindia Belanda memperkenalkan juga pajak terhadap usaha-usaha dagang (1907) serta pajak pendapatan (1908).

“Apa yang dilakukan Pemerintahan Jokowi sekarang tidak ada bedanya dengan apa yang dilakukan pemerintah Kolonial. Pemerintahan Jokowi memungut pajak usaha, Jokowi memungut pajak pendapatan, Jokowi memungut pajak kekayaan atau sekarang disebut dengan tax amnesty. Untuk apa pajak pajak tersebut? untuk membangun infrastruktur yang dibagikan-bagikan oleh pemerintahan Jokowi kepada Asing dan segelintir elite,” katanya, Minggu (2/10).

Kemudian lanjutnya, berbagai jenis pajak yang dipungut tersebut sebagian besar dikirim sebagai pendapatan negara-negara penjajah, sebagian lagi digunakan untuk membangun infrstruktur dalam rangka menopang usaha-usaha kaum penjajah untuk melanjutkan eksploitasi kekayaan alam Indonesia pada waktu itu.

Sehingga jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK, kebijakan perintah dalam menjalankan tata kelola negara, tidak beda jauh dengan metode rezim penjajahan yang menindas rakyat.

Untuk itu dia merasa makna dari kemerdekaan bangsa Indonesia belum mencapai kepada hakekat dari perjuangan rakyat yang berjuang untuk melepaskan diri beban pajak yang begitu mencekik kehidupan masyarakat.

“Perlawanan rakyat kepada kaum kolonial dulu adalah perlawanan terhadap pajak kolonial yang mencekik. Sekarang pemerintah melipatgandakan pajak dan cukai. Lalu apa gunanya kemerdekaan jika pemerintah menerapkan sistem kolonial dan memeras rakyat dengan berbagai macam pajak dan segala pungutan yang sifatnya memaksa. pemerintahan Jokowi hanyalah kelanjutan dari Kolonialisme dan Imperialisme (nekolim),” tandasnya.

Dadang Sah

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Arbie Marwan