Mataram, Aktual.com – Kepala Dinas Kehutanan Nusa Tenggara Barat Andi Pramaria, mengungkapkan sebanyak 300 hektare hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, dalam kondisi rusak parah akibat perambahan hutan.

“Lokasi terparah ini berada di Kabupaten Lombok Timur,” kata Andi Pramaria di Mataram, Senin (21/9).

Dia menuturkan hutan yang telah dirambah tersebut, dijadikan ladang dan kebun oleh warga sekitar terutama yang mendiami seputar kawasan hutan, sedangkan kayu hasil perambahan hutan tidak lantas dijual ke pihak lain, melainkan dipakai sendiri untuk membuat rumah dan pembatas wilayah ladang.

“Jadi kayunya ini tidak di ambil, melainkan dipakai untuk membuat rumah dan pagar batas antar kebun,” ujarnya.

Menurut dia, perambahan hutan di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) sudah lama terjadi, pelakunya tidak lain masyarakat yang mendiami kawasan hutan, karena mereka menganggap jika lahan tersebut merupakan tanah adat milik mereka.

Untuk mengatasi perambahan hutan tersebut, diakui Andi cukup sulit, dikarenakan menyangkut persoalan sosial dan mata pencarian masyarakat yang menggantungkan dari hasil berladang.

“Sebetulnya kami sudah menurunkan tim untuk mencoba menindak, tetapi rupanya tidak ada dukungan dari aparat keamanan, sudah datang kesana tetapi mereka akhirnya menarik diri, sehingga ketika akan mengambil tindakan dibatalkan. Akhirnya tinggal polisi hutan dan masyarakat yang berhadapan,” jelasnya.

Andi menambahkan, selain masyarakat seputar hutan, ada oknum tertentu yang juga diduga terlibat dalam aktivitas perambahan hutan di kawasan TNGR, yakni Kepala Desa dan Kepala Dusun.

“Kita melihat ada bekingnya, dugaan yakni kepala desa dan kadus. Kalau perusahaan yang terlibat pasti gampang menangkapnya,” ucap Andi.

Saat ini, kata Andi, ada sekitar 200 kepala keluarga (KK) yang tinggal di kawasan TNGR tersebut. Kebanyakan dari mereka menggantungkan hidup dari hasil hutan. Meski demikian, Andi menolak jika dikatakan rusaknya kawasan hutan Gunung Rinjani karena pemerintah dan aparat kecolongan mengatasi hal itu.

“Ini karena tidak ada keberanian saja, pada saat mereka ingin masuk ke dalam kawasan mestinya bisa dicegah, tetapi ini tidak,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh: