Dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Impor bahan pangan. (ilustrasi/aktual.com)
Dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla - Impor bahan pangan. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU), Dani Setiawan menegaskan, visi pemerintah memang sudah seharusnya untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Tujuan itu jauh lebih besar dari hanya ketahanan pangan.

“Untuk itu, fokus dan perhatian dari kebijakan saat ini seharusnya mengoptimalisasi produksi pangan oleh petani dan nelayan serta memotong rantai distribusi pangan,” cetus Dani saat dihubungi, Selasa (25/10).

Sehingga, dengan adanya usulan dari lembaga kajian internasional, OECD terkait wacana ketahanan pangan, Dani minta pemerintah harus harus hati-hati. Apalagi memang, solusinya dengan jalan melakukan importasi pangan.

“Saya kira desakan OECD itu harus dilihat secara hati-hati. Karena dalam banyak hal, justru rekomendasi OECD merepresentasikan suara para MNC (multinational corporations) yag merupakan produsen pangan yang membutuhkan akses pasar produk pangan di Indonesia,” jelas Dani.

Pasalnya, saat ini, perusahaan-perusaaan pangan skala global, semakin terkonsolidasi. Karena, produksi mereka kian efisien dan hasil produksinya yang melimpah.

Untuk itu, kata dia, pmerintah harus banyak memberikan stimulus ke sektor pangan, agar kemudian dalam rangka menciptaka ketahanan pangan, bukan karena gara-gara kebijakan impor pagan.

“Jadi intinya, pemerintah sebaiknya fokus pada agenda kedaulatan pangan dan harus meguatkan koordinasi antar kementerian terkait,” ujarnya.

Beberapa agenda yang diantaranya dapat dilakukan adalah, dengan cara melakukan reforma agraria, menurunkan harga energi, menurunkan suku bunga kredit bagi usaha pertanian dan perikanan, serta penguatan kelembagaan pangan.

Sebelumnya, dalam hasil Survey Ekonomi Indonesia 2016 kepada pemerintah, Senin (24/10) kemarin, OECD merekomendasikan mesti melakukan liberalisasi importasi pangan, melakukan tata kembali fokus kegiatan dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengelola pasokan darurat.

“Juga perlu dicabut subsidi pupuk,” cetus Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria.

Kebijakan ini perlu dilakukan dalam menuju keberlanjutan dan inklusifitas pertumbuhan ekonomi. Karena salah satu penghambatnya, kerap terjadinya harga pangan yang cenderung relatif tinggi dan bergejolak.

“Jadi di temuan kami, dalam berbagai upaya menuju ketahanan pangan sering melindungi petani besar yang tak efisien dan merugikan konsumen berpenghasilan rendah,” jelasnya.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan