Jakarta, Aktual.com – Setelah sebelumnya ekonomi Indonesia dilanda pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS, sehingga menyebabkan beberapa barang yang harus dibayar dengan dolar harganya menjadi naik, kini Indonesia akan mengahadapi masalah ekonomi selanjutnya yakni membengkaknya defisit transaksi berjalan (current account deficit) yang diprediksi oleh Bank Indonesia akan melebihi USD25 Miliar. Angka defisit ini lebih buruk 44,5% dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai USD17,5 Miliar.
Sejumlah proyek infrastruktur yang dibangga-banggakan oleh rezim pemerintahan Jokowi-JK diperkirakan akan mangkrak, agar rentang defisit terhadap APBN tidak semakin parah melebarnya sesuai yang diamanatkan UU. Jika beberapa proyek mengalami penundaan, maka kembali yang akan dirugikan adalah rakyat, mengingat beberapa proyek yang sedang dikerjakan saat ini saja seperti LRT, MRT, dan beberapa ruas jalan tol sudah membuat macet yang parah di Ibu Kota.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo berkilah membengkaknya defisit anggaran bukan tanpa alasan. Menurut Perry, penyebab defisit anggaran tahun ini terus bertambah karena impor yang produktif. “Misalnya untuk bahan baku karena produksi kita meningkat, jadi geliat ekonomi meningkat,” kata Perry di Jakarta, Kamis (26/7).
Perry menyebutkan, impor tidak bisa dihindari, karena tidak semua bahan baku bisa diproduksi di dalam negeri sehingga butuh impor. Seperti besi baja, hal ini disebabkan akselerasi infrastruktur yang saat ini sedang giat-giatnya. “Seperti pelat baja, mesin-mesin, dan perlengkapan,” kata Perry.
Kata Perry, ekspor Indonesia akan meningkat tahun ini, namun kenaikan impor juga akan lebih besar sehingga defisit transaksi berjalan semakin lebar. “Masalah bahwa kalau lihat neraca perdagangan dan jasa atau neraca transaksi berjalan terus terang tekornya tambah gede. Ekspor sebenarnya meningkat tapi kenaikan impornya lebih besar sehingga defisit berjalannya lebih besar.”
Dari sisi devisa, tahun lalu Indonesia terselamatkan dengan adanya arus masuk investasi dari penanaman modal asing sebesar USD17 miliar. Di samping itu juga ada arus masuk ke surat utang dan pasar modal sebesar USD20 miliar. “Sayangnya tahun ini ada gonjang-ganjing global seperti perang dagang,” imbuhnya.
Menurut Perry, angka USD25 miliar belum lah mengkhawatirkan. Menurut dia lagi, defisit dikatakan masih aman jika persentasenya masih di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB). “Jadi masih dalam batas aman,” kata dia.
Menurut Perry, yang terpenting adalah kuatnya komitmen pemerintah untuk mengendalikan defisit. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi tetap terjaga di angka 5%, bahkan lebih. Oleh karena itu dia berharap adanya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan. Tujuannya tentu dengan mengurangi impor dan mendorong ekspor.
Strategi Pertama: Pemerintah Gencarkan Pariwisata
Halaman Berikutnya…