Jakarta, Aktual.com — Maraknya berbagai pengobatan alternatif saat ini yang terus menawarkan berbagai pilihan pengobatan bagi sebagian besar orang yang sedang menderita penyakit tertentu untuk sepertinya merupakan sebuah solusi yang dapat dicoba dalam proses penyembuhan pasien.

Dalam kondisi tersebut, banyak yang di antaranya berobat dari yang haram seperti dengan meminum air kencing yang najis, berobat dengan meminum arak atau khomar. Faktanya, ada juga pasien yang berobat dengan bahan yang mengandung unsur babi serta minum darah ular.

Lantas, bagaimanakah kajian hukum Islam menilai masalah tersebut? Khususnya, bagi mereka yang menempuh cara pengobatan dari Zat yang haram. Berikut Aktual.com sajikan ulasannya.

Ibnu Taimiyah pernah ditanya, “Apakah boleh berobat dengan khamr?”. Beliau Rahimahullah menjawab, “Tidak boleh berobat dengan khamr,” karena mengingat adanya Hadis dalam hal ini. Dan, inilah yang menjadi pendapat mayoritas Ulama.

Dalam kitab Shahih, di mana Rasulullah SAW, juga pernah ditanya mengenai khamr yang digunakan sebagai obat. Beliau pun bersabda, “Khamr hanyalah penyakit, ia bukanlah obat.”

Dalam kitab sunah disebutkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang berobat dari yang khobits (sesuatu yang menjijikkan).

Ibnu Mas’ud mengatakan, “Allah SWT tidak mungkin menjadikan kesembuhan bagi kalian dari sesuatu yang haram.”

Beliau melanjutkan lagi, di halaman berikutnya, “Bagi sebagian yang membolehkan khamr untuk obat menyamakannya dengan dibolehkannya mengonsumsi yang haram seperti bangkai dalam kondisi darurat. Pendapat tersebut yakni, lemah dari beberapa sisi. Di antaranya:

Pertama, orang yang berada pada kondisi darurat kemudian mengonsumsi yang haram, maka tujuannya untuk mempertahankan hidup bisa tercapai dan hilanglah bahaya yang menimpa dirinya. Sedangkan, yang mengonsumsi yang khobits untuk berobat tidaklah bisa diyakini sembuhnya. Bahkan, betapa banyak yang menempuh jalan berobat tidaklah meraih kesembuhan.

Kedua, orang yang dalam kondisi darurat bisa menghilangkan bahaya yang menimpa dirinya hanya dari benda yang haram tersebut, tidak yang lainnya. Namun orang yang berobat dengan yang haram, bisa jadi disembuhkan dengan yang lainnya. Bahkan dengan doa dan ruqyah bisa mendatangkan kesembuhan. Bahkan yang terakhir inilah yang paling ampuh sebagai obat.

Ketiga, memakan bangkai dalam kondisi genting (darurat) dihukumi wajib menurut kebanyakan Ulama. Adapun berobat itu tidaklah wajib menurut mayoritas Ulama, yang mewajibkannya hanya segelintir Ulama (jumlahnya sedikit).

Kemudian, pada halaman berikutnya, Ibnu Taimiyah menuturkan, mengenai lemak babi, “Adapun berobat dengan mengonsumsi lemak babi, itu tidak dibolehkan.”

Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwasanya tidak diperbolehkan menempuh pengobatan dengan menggunakan zat yang haram. Sehingga, sudah sepantasnya bagi Muslim untuk terlebih dahulu memprioritaskan yang “halal” sebagai sarana pengobatan. Misalnya dengan mengonsumsi madu, herbal, susu kambing dan semisalnya.

Artikel ini ditulis oleh: