Jakarta, Aktual.com – Puluhan massa yang mengatasnamakan Pemuda Restorasi Anti Korupsi Jakarta (PERAK) menggeruduk Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, Rabu (2/9) siang.
Berkaos hitam mereka menuntut Kejagung mengusut tuntas kasus penjualan aset-aset murah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Dalam orasinya, koordinator PERAK, Aditya Iskandar mendesak Kejagung tidak hanya mengusut kasus penjualan hak tagih (cessie) kepada PT VSIC saja.
“Jangan hanya kasus Victoria saja yang diperiksa, itu hanya pintu masuk untuk mengusut melayangnya uang negara triliunan rupiah,” kata dia, saat berorasi di depan Kejagung.
Sebab menurut dia masih banyak konglomerat dan pejabat yang diuntungkan dari penjualan aset murah BPPN. Tak kurang Rp600 triliun negara merugi atas ‘patgulipat’ penjualan aset murah BPPN. “Kejagung harus menyita aset-aset konglomerat. Jangan biarkan uang kita, uang rakyat Indonesia, dinikmati segelintir orang saja,” ungkap Aditya.
Sambung dia, “Kami akan menunggu Jaksa Agung memanggil dan memeriksa pejabat, konglomerat, dan perusahaan-perusahaan lain yang menikmati aset negara melalui BPPN.”
Jika tidak, Aditya mengancam akan terus bertahan dan menyuarakan kegelisahannya atas masalah mega korupsi yang hampir luput dari pemberitaan dan penegak hukum.
Dalam tuntutannya, pengunjuk rasa juga mendesak Kejagung memanggil dan memeriksa Kepala BPPN 2002-2004 yaitu Syafruddin Tumenggung dan Menteri BUMN saat itu Laksamana Sukardi.
Bahkan, demonstran tak segan meminta Kejagung untuk juga memeriksa Presiden RI saat itu Megawati Soekarnoputri atas kebijakan obral murah aset-aset BPPN yang merugikan negara hingga ratusan triliun.
Diketahui, Kasus ini bermula ketika PT Adyaesta Ciptatama meminjam Rp 425 miliar kepada BTN untuk membangun perumahan dengan jaminan lahan di Karawang seluas 1200 hektar, akhir tahun 1990.
Krisis moneter terjadi tahun 1998, dan BTN masuk program penyehatan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Aset-aset yang tertunggak dilelang BPPN tahun 2003 dalam upaya mengembalilkan dana penyehatan yang dikeluarkan negara.
Dalam lelang aset di BPPN diikuti tiga peserta, yaitu PT VSIC, PT First Kapital dan PT Adiaesta Ciptatama. Kemudian, PT First Kapital memenangkan lelang tersebut dengan harga 69 miliar yang diberikan oleh BPPN. Namun, perusahaan tersebut membatalkan statusnya sebagai pemenang lantaran ada aset yang bermasalah.
Pembatalan pembelian aset BPPN oleh First Capital bukan tanpa sebab. Direktur anak perusahaan PT Adiaesta Grup (AG) Johnny Wijaya itu diduga telah mengelabui BPN Karawang dan menggelapkan tanah jaminan di SHGB 1, seluas 300 hektar.
BPPN kemudian kembali menggelar lelang lanjutan dan dimenangkan PT VSIC, dengan harga Rp32 miliar. Turin menegaskan perubahan harga dari Rp 69 miliar menjadi Rp 32 miliar adalah fokus tim penyidik.
Artikel ini ditulis oleh: