Jakarta, Aktual.com — Mantan Direktur Jenderal Pelaksana Haji dan Umroh Anggito Abimanyu mengakui ada permintaan khusus dari bekas Menteri Agama Suryadharma Ali untuk mendapatkan alokasi pendamping amirul hajj.
“Amirul hajj itu pemimpin haji, ada permintaan untuk ibu menteri, itu permintaan khusus menteri. Saya mendapatkan usulannya dari Sesmen (Sekretaris Menteri, Saefuddin Syafi’i) melalui Direktur Pembinaan (Ahmad Kartono),” kata Anggito dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (26/10).
Anggito menjadi saksi untuk Menteri Agama Suryadharma Ali 2009-2014. Dalam dakwaan disebutkan disebutkan bahwa pada September 2012, Suryadharma Ali memerintahkan Kepala Bagian Tata Usaha (Sesmen) Kementerian Agama Saefuddin A Syafi’i untuk membentuk rombongan pendamping Amirul Hajj yang beranggotakan istrinya Wardatul Asriah, staf khusus menteri Ermalena, Guritno Kusumo Dono, Saefuddin A Syafii, Wakil Sekretaris Menteri Abdul Wadud K Anwar, Ivan Adhitira dan Hendri Amri M Saud meski dalam komposisi petugas Amirul Hajj tidak ada alokasi petugas pendamping Amirul Hajj dan tidak ada anggaran untuk posisi tersebut.
“Tidak ada aturan amirul hajj di undang-undang, amirul hajj itu dari Arab Saudi. Itu kewenangan menteri (menunjuk pendamping amirul hajj), kami tidak bisa menjawab,” kata Anggito.
Anggito mengaku tadinya bahwa diusulkan 11 nama sebagai pendamping. “Pendamping amirul hajj memakai BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), bukan APBN, tadinya diusulkan 11 orang tapi kami menghemat menjadi tujuh orang, karena waktu itu mendesak maka terpaksa pakai BPIH,” ujar Anggito.
Setelah mendapat nota dinas dari Sesmen, Anggito mengaku tidak perlu mengonfirmasi lagi nama-nama tersebut ke Suryadharma. “Saya sudah jelas membaca itu jadi tidak perlu konfirmasi. SK lalu saya buat, tentu melalui diskusi dengan sekjen dan biro hukum, seharusnya (menteri) tahu semuanya,” kata Anggito.
Selain permintaan menteri mengenai pendamping amirul hajj, Anggito juga mengaku mendapatkan permintaan petugas panitia penyelenggara ibadah haji (PPIH) dari DPR.
“Dari instansi (ada permintaan), termasuk DPR. Ada ketentuan, tapi saya tidak melaksanakan, yang laksanakan direktur. Kita dapat permintaan tidak cuma dari DPR, tapi dari instansi, itu kewenangan. Proses kita sampaikan ke direktur untuk seleksi kemudian dilaporkan nama-nama yang memenuhi kriteria,” kata Anggito.
Dalam dakwaan disebutkan Anggito menerima permintaan anggota Panja Komisi VIII untuk memasukkan orang-orang yang direkomendasikan sebagai Petugas PPIH yaitu sebanyak 39 orang atas perintah Suryadharma pada 2013. Sedangkan pada 2012 ada 971 orang jemaah haji yang berangkat tanpa berdasar antrean nomor porsi .
“Untuk 2012 saya tidak tahu. Saya tanda tangan karena dari proses seleksi Dirjen sebelumnya,” kata Anggito.
Lebih lanjut, Anggito mengakui sulit untuk menemukan PPIH yang memenuhi kriteria sebagai PNS selama 5 tahun. “Mohon maaf susah sekali untuk mendapatkan PPIH dari PNS karena harus bermukim 90 hari di Arab Saudi dan harus bisa bahasa arab dan bahasa inggris, jadi banyak tenaga musiman, wartawan, kyai-kyai yang punya keahlian khusus. Saya termauk mengkritisi aturan tersebut karena guru ngaji dibutuhkan di sana tapi sedikit sekali yang berstatus PNS, faktasnya susah sekali kriteria untuk jadi PPIH,” kata Anggito.
Suryadharma diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu