Jakarta, Aktual.com — Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan kinerja Direktur Jenderal Pajak perlu dievaluasi karena performa yang kurang efektif dalam menjaga penerimaan pajak.
“Saya kira kinerja Dirjen Pajak perlu dievaluasi, karena ini juga menyangkut ‘leadership’ yang tidak efektif. Ia kurang bisa membangun koordinasi, komunikasi, dan ‘teamwork’,” katanya di Jakarta, Jumat (27/11).
Yustinus mengatakan idealnya jabatan tertinggi di otoritas pajak diemban oleh seorang yang memiliki pemahaman terkait persoalan di lapangan, mempunyai kepempimpinan serta matang di internal agar mudah berkoordinasi serta bersinergi dengan pihak lain.
“Dirjen Pajak yang sekarang orang baik, tapi itu ternyata tidak cukup. Perlu ‘leadership’ kuat, komunikatif, dan ‘risk taker’, karena saat ini SDM yang ada sudah bagus dan bekerja profesional,” ujarnya.
Yustinus memperkirakan peneriman pajak meleset jauh dari target yang ditetapkan, apalagi saat ini realisasi baru mencapai 64 persen, sehingga penerimaan pajak diproyeksikan hanya bisa mencapai di bawah 80 persen.
“Sisa waktu sampai akhir tahun paling hanya bisa berharap dari tambahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di kisaran lima persen atau paling maksimal 10 persen. Ditambah dengan ‘reinventing policy, dan revaluasi aset, paling finish di 77 persen,” ucapnya.
Namun, ia mengakui hal tersebut juga terjadi karena tidak maksimalnya berbagai program pajak yang telah direncanakan, seperti penghapusan sanksi administrasi, karena baru dilaksanakan secara efektif pada April atau Mei.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan ada dua faktor yang bisa menghambat target penerimaan pajak pada 2015 yaitu lemahnya administrasi pajak dan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak.
“Harus ada kolaborasi atau perbaikan dari dua faktor itu, agar pajak benar-benar bisa menjadi pendukung APBN. Karena kalau mau belanja yang besar, harus ada penerimaan yang besar juga, agar kita bisa menjaga pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Menkeu memproyeksikan penerimaan perpajakan pada 2015 hanya bisa mencapai kisaran 85 persen-87 persen, dengan “shortfall” dari pajak dan bea cukai paling tinggi diperkirakan Rp180 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka