Jakarta, Aktual.com — Ustad Hasanudin menjelaskan, bahwa agama Islam telah melarang umatnya meniru umat agama lain. Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah SAW dan hal ini juga merupakan
kesepakatan para Ulama.
1. Merayakan Valentine Berarti Meniru Orang Kafir
Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah SAW memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani. Beliau bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
Artinya, “Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadis ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nasrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban.
2. Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah SWT sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam ‘valentine’. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah SWT berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Artinya, “Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” ( Al Furqon : 72).
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masir mengatakan bahwa ada delapan pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib. Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
3. Mengagungkan Sang Pejuang Cinta akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat
Jika orang mencintai Allah SWT dan Rasulullah, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini. Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
Artinya, “Kapan terjadi hari Kiamat, wahai Rasulullah?”. Beliau Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
Artinya : “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
Artinya, “Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak salat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
Artinya, “(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى
إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
Artinya, “Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
Artinya, “Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
“Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nasrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentinelah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang Muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang saleh atau kah bersama tokoh Nasrani yang jelas-jelas kafir?,” kata Ustad Hasanudin, kepada Aktual.com, Kamis (4/4), di Jakarta.
“Siapa yang mau dikumpulkan di hari Kiamat bersama dengan orang-orang kafir ? Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine,”tegasnya lagi.
4. Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus dalam Kesyirikan dan Maksiat
“‘Valentine’ sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, Tuhan orang Romawi,” katanya lagi.
“Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala,” sambungnya.
5. Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
“Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para Dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih,” jelas Ustad Hasanudin.
Menurut ia, semangat hari Valentine itu ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan berbagai larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
“Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya,” tegasnya. Allah SWT berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Al Isro : 32)
“Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang,” urainya memaparkan.
6. Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir terjual habis. Berapa banyak uang yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain.
Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti ketimbang hal baik lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermiliar-miliar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan Hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
Artinya, “Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (Al Isro: 26-27).
Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.
“Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nasrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Dari berita yang saya dapat bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan
bermasyarakat. Kami katakan. ‘Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran’,” demikian kata Ustad Hasanudin
“Semoga para pembaca Aktual.com untuk ke depan kita bisa lebih sadar dan mengerti akan hal ini, karena masih banyak hal yang harus kita lakukan jika dibandingkan dengan perayaan tersebut,” kata ia memberikan nasihat.
Artikel ini ditulis oleh: