Gubernur BI Agus Martowardojo (kanan) bersama Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad (kiri) mengikuti rapat dengar pendapat umum bersama Komisi XI DPR membahas RUU Tax Amnesty, Jakarta, Senin (25/4). Menurut Gubernur BI, target pajak yang tumbuh 24,7 persen dari realisasi sementara penerimaan pajak 2015 atau naik sekitar Rp300 triliun, membuat pemerintah harus mencari strategi yang tepat untuk mencapai realisasi penerimaan pajak tersebut, salah satunya dengan kebijakan Tax Amnesty atau RUU Pengampunan Pajak. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/foc/16.

Jakarta, Aktual.com — Bank Indonesia mengkritisi pemerintah yang belum terlalu memadai dalam menyiapkan instrumen investasi ketika dana repatriasi dari program tax amnesty ini masuk ke Indonesia.

Pasalnya, jika instrumen investasinya itu tak memadai seperti saat ini maka dana-dana itu hanya akan masuk ke perbankan dan hanya menjadi dana simpanan di depisito atau di giro.

“Pemerintah sedang membahas dengan DPR perihal tax amnesty. Kalau BI melihat dengan tax amnesty dana repatriasi hanya akan masuk sebesar Rp560 triliun. Tapi kalau instrumennya belum siap ya hanya ada di bank,” jelas Gubernur BI, Agus Martowardojo di Jakarta, Rabu (25/5).

Untuk itu, BI sangat mendukung semua pihak untuk melakukan pendalaman pasar keuangan. Sehingga instrumen investasi di pasar keuangan tersebut menjadi semakin memadai.

“Kami dorong semua pihak agar juga dibangun infrastrukturnya, sehingga investor juga semakin yakin,” tandas dia.

Agus juga melihat, potensi aliran dana masuk juga akan dipengaruhi oleh pemberian investment grade oleh lembaga rating seperti, Fitch Ratings. “Dua lembaga rating (Moody’s dan Fitch sudah memberi peringkat investment grade,” ujarnya.

Agus Marto mengatakan, jika Standard & Poor’s juga memberikan Indonesia predikat layak investasi, maka tingkat kepercayaan investor asing akan semakin kuat. “Kalau S&P bisa mengeluarkan investment grade, maka akan besar portofolio yang masuk ke Indonesia,” ucapnya.

Namun demikian, kata dia, tanpa adanya regulasi dan instrumen investasi yang memadai, tentu kondisi ini justru akan menghambat potensi masuknya dana-dana dari luar negeri. Dia menambahkan, sejauh ini sumber pendanaan pembangunan sebanyak 72 persen dari industri perbankan.

Untuk itu, ia berharap, pemerintah bisa secara optimal mengambil perannya untuk memperdalam pasar keuangan di dalam negeri. “Kita perlu banyak korporasi BUMN yang menerbitkan bond agar pasar modal kita bisa lebih aktif,” pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan