Kolaborasi penguasa tamak dan pengusaha rakus sengsarakan rakyat jelata. (ilustrasi/aktual.com)
Kolaborasi penguasa tamak dan pengusaha rakus sengsarakan rakyat jelata. (ilustrasi/aktual.com)

Yogyakarta, Aktual.com — Seorang ibu warga kampung nelayan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, mengungkapkan kekecewaannya terhadap Presiden Jokowi yang tidak melaksanakn janjinya.

Dalam salah satu scene film dokumenter ‘Rayuan Pulau Palsu’ karya rumah produksi Watchdoc yang diputar di kampus APMD DIY, Kota Yogyakarta, Sabtu (28/5) malam lalu. Acara nonton bersama yang digagas AJI Yogya ini dihadiri berbagai kalangan mulai mahasiswa, aktivis, wartawan hingga masyarakat umum.

Sebuah Kutipan menarik diperdengarkan kembali, “Lagi pengen jadi mah (minta) dukung, ke sini minta-minta, dukung saya dukung saya, pas sudah jadi rakyat kecil ditindas.”

Dengan sajian cinematografi berkelas, ‘Rayuan Pulau Palsu’ mengungkap kondisi riil warga kampung nelayan Muara Angke yang kian hari kian sulit mencari ikan karena perairan utara Jakarta yang telah lama jadi sumber penghidupan, direnggut para pemilik modal di proyek reklamasi.

“Setiap terjadi perebutan aset antara pengembang dengan warga, negara kerap tidak memberikan pembelaan atau perlindungan atas warganya sebagai kelompok yang rentan. Ini yang menjadi masalah,” papar Eko Teguh Paripurno, Pakar Lingkungan peraih UN Sasakawa Award for Disaster Reduction, yang menjadi pemateri diskusi pasca kegiatan nonton bersama.

Menurut ET, sapaan akrabnya, kesalahan sesat pikir negara dalam perebutan aset sumber daya lama-kelamaan menjadi sebuah tipikal sebab dilakukan secara berulang-ulang, terdapat kesalahan paralel yang dimulai dari level bawahan hingga atasan.

Dalam film ini, sambung ET, tidak terlihat adanya tanggung jawab negara yang memberi ganti rugi kepada nelayan Muara Angke. “Pemerintah tidak melakukan peran perlindungannya terhadap para nelayan sebagai kelompok marjinal,” kata ET.

Sementara itu, anggota Majelis Etik AJI Yogya, Bambang Muryanto, yang pula turut dalam diskusi, menilai film dokumenter garapan Rudi Purwo Saputro ini diciptakan sebagai penyeimbang. Dia menilai pemberitaan tentang reklamasi sejauh ini terkesan timpang lantaran media-media mainstream nasional memberi porsi terlalu banyak pada pemerintah.

“Fakta atas kondisi sehari-hari warga nelayan harusnya juga penting untuk diangkat,” tandas Bambang.

Melalui Rayuan Pulau Palsu, Watchdoc mencoba membuka mata masyarakat Indonesia dengan memperlihatkan seperti apa sesungguhnya kolaborasi pengusaha dan penguasa perlahan menyingkirkan ruang penghidupan para nelayan dengan proyek-proyek reklamasi yang menyebar di berbagai penjuru negeri, diantaranya Jakarta, Bali, Palu, Manado, Surabaya, Tangerang, Aceh, Ternate, Makassar serta beberapa daerah lain.

Pemutaran film sendiri telah dilakukan di sejumlah titik di Jakarta. Diikuti oleh Bogor, Depok, Tangerang, Bandung, Surabaya, Malang, Lumajang, Purwokerto, Klaten, Gunung Kidul, Yogya, Lampung, Kepulauan Riau, Kaltim, Majene, Halmahera, Makassar, Lombok, Melbourne (Australia) hingga London (Inggris).

Artikel ini ditulis oleh:

Nelson Nafis
Arbie Marwan