Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo (kiri) bersama Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (tengah) dan Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Sofyan Djalil (kanan) menghadiri rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/6). Rapat tersebut membahas perkembangan perekonomian, asumsi ekonomi makro dalam RAPBN-P 2016 dan Target Pembangunan. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Inggris Raya resmi keluar dari Uni Eropa. Isu Brexit (Britania Exit) menjadi kenyaataan dan kemungkinan akan berdampak kepada perekonomian global sangat besar. Setelah referendum, sebanyak 52 persen warganya menyatakan Inggris keluar dari Uni Eropa.

Kondisi ini tentu perlu diwaspadai oleh pemerintah Indonesia. Pasalnya, kondisi ini akan mengganggu sektor perekonomian Indonesia, terutama dari sisi nilai tukar rupiah. Pasar keuangan Indonesia bisa saja goyah.

“Kita lihat bahwa ini akan berdampak pada dunia. Kelihatan periode ini disebut sebagai periode risk off. Jadi semua itu flight to quality,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (24/6).

Menurut Agus, dana-dana yang ada di dunia tersebut akan bergerak menuju negara yang diyakini aman. “Dan kelihatannya yang dijadikan sasarannya adalah pergi ke AS dan Jepang. Dan saat ini sudah terbukti dengan terjadi pelemahan di beberapa negara,” ungkap Agus.

Pelemahan yang terjadi juga dirasakan oleh mata uang rupiah. Pasca menyikapi kebijakan Inggris keluar dari Uni Eropa, pelaku pasar langsung melepas rupiah.

Dari pantauan BI, pergerakan rupiah sebetulnya sampai dengan kemarin ada dikisaran Rp13.260 per dolar AS. Dan itu secara year to date berarti masih mengalami penguatan sebesar 4%.

“Akan tetapi hari ini kelihatan langsung melemah mencapai Rp13.400 per USD atau pelemahannya 1%. Cuma kami melihat, ini sesuatu yang wajar, karena memang ada suatu flight to quality,” tegas dia.

Kondisi yang miris terjadi terhadap poundsterling. Dengan adanya Brexit membuat pundsterling anjlok sampai 10-11 persen. Hal ini di mata dunia menjadi yang terparah selama 30 tahun.

“Tapi kalau kita lihat euro juga mengalami penurunan, cuma 1-2 persen,” ujar Agus Marto.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka