Pemerintah terbitkan surat utang negara. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Rencana Pemerintah utang Rp344 triliun untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017 di semester II sekaligus melunasi pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp684,83 triliun bukan nilai yang kecil. Utang jatuh tempo tersebut terdiri atas Rp399,99 triliun untuk pembiayaan APBN 2017 dan Rp284,84 triliun untuk melunasi pokok utang yang jatuh tempo pada tahun ini serta membeli kembali SBN.

Sejenak kilas balik, pada tahun 2016 di undangkannya UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak pada 1 Juli 2016. Seharusnya pengampunan pajak tersebut meningkatkan penerimaan negara, namun alhasil program pengampunan pajak (tax amnesty) yang digulirkan pemerintah sejak Juli 2016, berakhir pada Jumat, 31 Maret 2017 terdapat Surat Pernyataan Harta SPH total harta yang dilaporkan para wajib pajak mencapai Rp4.855 triliun.

Berdasarkan data dashboard tax amnesty, total harta yang dilaporkan tersebut terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp3.676 triliun dan deklarasi harta luar negeri mencapai Rp1.031 triliun. Sementara penarikan dana dari luar negeri (repatriasi) mencapai Rp147 triliun. Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwi Djugiasteadi dalam keterangan persnya, Sabtu 1 April 2017 Untuk deklarasi ada Rp4.855 triliun, tebusan Rp114 triliun, ditambah dengan tunggakan dan bukper menjadi Rp135 triliun.

Penerimaan negara dari program tax amnesty mencapai Rp135 triliun. Penerimaan ini terdiri dari uang tebusan Rp114 triliun, pembayaran bukti permulaan Rp1,75 triliun, dan pembayaran tunggakan Rp18,6 triliun. Adapun total tebusan tersebut terdiri dari orang pribadi non-UMKM sebesar Rp91,1 triliun, dan orang pribadi UMKM sebesar Rp7,73 triliun serta uang tebusan dari badan non-UMKM Rp14,6 triliun, dan badan non-UMKM Rp 656 miliar serta peserta tax amnesty hingga Jumat 31 Maret 2017  pukul 23.00 mencapai 956 ribu WP.

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa target penerimaan dari repatriasi kurang dari 15% dari target Rp1.000 Triliun dan Deklarasi harta luar negeri tidak hanya 10 % dari target deklarasi sebesar Rp11.000 Triliun uang WNI yang berada di luar negeri namun deklarasi harta dalam negeri cukup mencengangkan Rp3.600 Triliun lebih, dalam hal deklarasi harta telah melampaui 30% dari target deklarasi sebesar Rp4.855 Triliun.

Kembali pada rencana utang pemerintah yang Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, total utang yang telah ditarik pemerintah sampai dengan 14 Juni 2017 sebesar Rp380,44 triliun. Jumlah itu sekitar 55,59 persen dari target utang. Untuk kebutuhan pembiayaan APBN, realisasinya sebesar Rp241,51 triliun atau 60,38 persen dari target. Adapun realisasi untuk pelunasan pokok utang yang jatuh tempo dan pembelian kembali SBN mencapai Rp 138,93 triliun atau 48,78 persen dari target.

Dengan demikian, utang yang belum ditarik sebesar Rp304,39 triliun. Namun, kebutuhan pembiayaan untuk APBN diproyeksikan lebih besar dari rencana awal karena penerimaan pajak diperkirakan kurang Rp50 triliun dari target.

Dari data tax amnesti dan kekurangan penerimaan pajak sangatlah tidak berkorelasi seharusnya apalagi total deklarasi harta tax amnesti menjadi basis penerimaan pajak dan target penerimaan pajak di Tahun Anggaran 2016 dan 2017 ini terpenuhi dan bahkan melampaui target dari asumsi pertumbuhan pajak hanya akan mencapai 13% dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar Rp1.104,9 triliun dari target setoran pajak tahun ini Rp1.307,6 triliun.

Adanya defisit APBN 2017 sebagaimana disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang diperkirakan melebar dari 2,41 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 2,6 persen terhadap PDB. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 menargetkan pendapatan negara senilai Rp 1.750,3 triliun. Sementara belanja dianggarkan Rp 2.080,5 triliun. Dengan demikian, defisitnya senilai Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari produk domestik bruto (PDB) sangat disayangkan apalagi pemerintah perlu menambah utang sekitar Rp 40 triliun di luar rencana awal. Dengan asumsi ini, utang yang akan ditarik pemerintah mulai akhir Juni sampai dengan akhir tahun ini menjadi sekitar Rp 344,34 triliun.

Rasio utang pemerintah terhadap PDB terus meningkat berdasarkan data DJPPR. Pada 2012, saldo utang pemerintah sebesar Rp 1.977 triliun atau 24 persen dari PDB. Pada 2014, nilainya meningkat menjadi Rp 2.608,78 triliun atau 25,84 persen terhadap PDB.

Pada 2016, utang membengkak menjadi Rp 4.468,7 triliun atau 27,96 persen terhadap PDB. Tahun ini, posisinya meningkat lagi menjadi Rp 3.875,2 triliun atau 28,20 persen terhadap PDB.

Per akhir April 2017, total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.667,41 triliun. Dalam sebulan, utang ini naik Rp 17 triliun, dibandingkan jumlah di Maret 2017 yang sebesar Rp 3.649,75 triliun.

Dalam denominasi dolar AS, jumlah utang pemerintah pusat di April 2017 adalah US$ 275,19 miliar, naik dari posisi akhir Maret 2017 yang sebesar US$ 273,98 miliar. Sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN). Sampai April 2017, nilai penerbitan SBN mencapai Rp 2.932,69 triliun, naik dari akhir Maret 2017 yang sebesar Rp 2.912,84 triliun. Sementara itu, pinjaman (baik bilateral maupun multilateral) tercatat Rp 734,71 triliun, turun dari Maret 2017 sebesar Rp 738,2 triliun.

Berikut perkembangan utang pemerintah pusat dan rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sejak tahun 2000 :
2000: Rp 1.234,28 triliun (89%)
2001: Rp 1.273,18 triliun (77%)
2002: Rp 1.225,15 triliun (67%)
2003: Rp 1.232,5 triliun (61%)
2004: Rp 1.299,5 triliun (57%)
2005: Rp 1.313,5 triliun (47%)
2006: Rp 1.302,16 triliun (39%)
2007: Rp 1.389,41 triliun (35%)
2008: Rp 1.636,74 triliun (33%)
2009: Rp 1.590,66 triliun (28%)
2010: Rp 1.676,15 triliun (26%)
2011: Rp 1.803,49 triliun (25%)
2012: Rp 1.975,42 triliun (27,3%)
2013: Rp 2.371,39 triliun (28,7%)
2014: Rp 2.604,93 triliun (25,9%)
2015: Rp 3.098,64 triliun (26,8%)
2016: Rp 3.466,96 triliun (27,9%)

Dengan demikian Pemerintahan Jokowi-JK selama kurang lebih 2,5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berjalan, jumlah utang pemerintah Indonesia bertambah Rp 1.062 triliun yang mana dari data Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah di akhir 2014 adalah Rp 2.604,93 triliun, dan naik hingga posisi di akhir April 2017 menjadi Rp 3.667,41 triliun.

Walaupun berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara rasio utang terhadap PDB maksimal sebesar 60 persen. Itu artinya rasio utang pemerintah terhadap PDB untuk tahun 2017 ini jauh dibawah maksimal yang ditetapkan dan Pasal 12 ayat (3), dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. “Di dalam penjelasan pasal tersebut di sebutkan bahwa defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3 persen dari PDB.

Menurut kami, rencana pemerintah melunasi pokok utang yang jatuh tempo pada tahun ini serta membeli kembali SBN sebesar Rp284,84 triliun tidak perlu dilakukan. Pemerintah sebaiknya melakukan penundaan pokok dan bunga utang dan/atau minta penghapusan bunga utang serta penundaan tempo/jangka waktu pembayaran pokok utang yang rencananya akan di ambilkan dari utang dan sebesar Rp 399,99 triliun untuk pembiayaan APBN 2017 pada negara-negara kreditur.

Pemerintah juga seharusnya menggenjot penerimaan pajak sebagaimana basis data harta deklarasi dan mengejar potensi hilangnya deklarasi yang mencapai Rp6.800 Triliun sebagaimana pertimbangan yang termuat dalam UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak. Adapun utang pembiayaan APBN 2017 tersebut secara nyata kami pahami untuk pembiayaan infrastruktur yang sedang getol-getolnya di genjot oleh pemerintah terutama untuk daerah terluar, tertinggal dan termiskin guna pemerataan pembangunan agar tercipta keadilan ekonomi. (disusun dari berbagai sumber)

Oleh: Cahyo Gani Saputro
Anggota Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka