Jakarta, Aktual.com – Pertumbuhan ekonomi yang tak jauh dari angka 5 persen di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) ini jangan cuma dimaknai karena adanya pelemahan global.
Justru hal ini karena adanya masalah di dalam negeri yang tak bisa dicarikan solusinya oleh pemerintah sendiri. Yaitu terjadinya daya beli masyarakat yang terus menurun. Seperti diketahui penyumbang tertinggi adalah belanja rumah tangga. Jika komponen ini menurun maka perekonomian pun akan anjlok.
“Sehingga dampak dari ekonomi yang lesu ini yang ditandai dengan adanya daya beli anjlok membuat penerimaan dari sektor pajak juga merosot,” sebut analis ekonomi politik Abdulrachim Kresno kepada Aktual.com, di Jakarta, Kamis (12/10).
Saat ini, pendapatan pajak yang masuk ke kas negara sampai September 2017 baru mencapai 60% dari target keseluruhan. Artinya masih sekitar Rp500 triliun. Padahal waktunya tinggal 2,5 bulan maka dipastikan hanya mencapai 80%-an saja dari target atau kurang.
“Ini gara-gara menunjukkan ekonomi yang lesu. Gara-gara daya beli yang anjlok. Sehingga pendapatan pajak pun merosot,” urai dia.
Sudah tiga tahun sejak Jokowi memerintah, pertumbuhan ekonomi hanya 5%-an dan tidak bisa lebih tinggi dari itu. “Padahal pada 2016, Filipina tumbuh 6,8% dan Vietnam 6,2%. Di tahun ini, mereka akan tumbuh di atas 6,5%,” jelasnya.
Ekonomi yang lesu ini membuat pemerintah tak mampu membiayai belanja negara yang terus meninggi. Akhirnya pemerintah pun akan terus menumpuk utang baru. Ini kondisi perekonomian yang sangat mengerikan.
“Pemerintah klaimnya utang itu masih aman. Tetapi yang harus kita lihat saat ini, bukan hanya utang itu saat ini belum dianggap masalah, tetapi kan trennya dari pengelolaan ekonominya itu akan jadi beban ke depannya,” tandas dia.
Karena dengan kebijakan pemerintah yang seperti itu pada akhirnya akan membebani dan mengorbankan masyarakat saja.
“Jadi akhirnya buntut-buntutnya ya akan tambah utang baru dan potong anggaran. Itu trennnya. Lama-lama jumlah utang terhadap PDB juga akan naik terus menerus,” kata Abdulrachim.
Pewarta : Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs