Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong usai membuka acara Indonesia Knowledge Forum (IKF) V 2016 di Jakarta, Kamis (06/10/2016). Forum ini merupakan bagian dari komitmen BCA dalam mendukung pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Aktual/Eko S Hilman

Jakarta, Aktual.com – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong, mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang melemah belakangan membuat investor menunda investasi mereka.

Tom, sebagaimana ia disapa, mengatakan penundaan investasi karena faktor pelemahan rupiah tidak serta merta membuat investor batal menanamkan modal di Indonesia.

“Saya kira kalau batal bukan karena kurs rupiah. Batal biasanya karena dia pilih negara lain, negara saingan. Kalau menunda, iya, pasti,” ujarnya seusai acara Investment Award 2018 di Jakarta, ditulis Jumat (13/7).

Menurut mantan Menteri Perdagangan itu, jika tren investasi melemah saat pelemahan nilai tukar rupiah, maka bisa jadi investor akan menunda hingga situasi lebih stabil.

“Investasi ‘slow down’ (melambat), kalau itu pun terjadi biasanya karena penundaan, ‘shock’ (kaget) dengan gejolak rupiah, lalu menunda dulu sampai situasi lebih stabil,” katanya.

Meski tidak akan berpengaruh besar terhadap investor yang melakukan penundaan, dalam catatan BKPM hal itu akan sangat mempengaruhi catatan capaian investasi nasional.

Pasalnya, BKPM mencatat capaian realisasi investasi per kuartal sehingga penundaan investasi akan berdampak pada fluktuasi capaian realisasi nasional.

“Kita kan mempublikasikanangka realisasi secara kuartal (per tiga bulan). Jadi kalau ada investor besar yang menunda sampai enam bulan, buat kita angka per kuartal bisa sangat besar,” katanya.

Kendati demikian, Tom menuturkan tertekannya nilai tukar terhadap dolar AS tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di sejumlah negara-negara berkembang.

“Sejak dimulainya perang dagang, semua mata uang negara berkembang sangat tertekan. Mulai dari Argentina, Turki, Pakistan, India, Filipina, Indonesia, semuanya sangat tertekan. Itu faktor teknis,” katanya.

Ia juga mengakui kondisi ekonomi cukup berat karena gejolak rupiah ditambah perang dagang AS dan negara ekonomi besar yang semakin mengalami eskalasi.

“Kami ‘all out’ dan mengapresiasi langkah Presiden untuk menggelar sidang kabinet membahas ini selama empat jam untuk bersama mencari solusi supaya bisa mempertahankan laju inveatasi dan arus modal masuk di tengah kondisi penuh ketidakpastian,” pungkasnya.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: