Setahun sudah virus corona (Covid19) ditemukan di muka bumi ini. Pertama kali muncul di negeri China tepatnya di Kota Wuhan sejak akhir tahun lalu, sampai sekarang masih ada saja muncul kasus-kasus baru.
Meskipun jumlah manusia di muka bumi ini yang terjangkit virus corona terus bertambah karena sudah mencapai puluhan juta manusia, namun nyatanya jumlah orang yang meninggal yang dinyatakan akibat terinfeksi covid19 ternyata tak semengerikan ketika pertama kali muncul.
Dengan diberlakukannya status pandemi di semua negara, membuat masyarakat menjadi semakin muak, bahkan tak sedikit manusia mengaggap covid 19 tak lebih seperti virus influenza biasa, yang sudah ada menyerang manusia sejak zaman dahulu.
Meskipun semua pakar dan ahli kesehatan menolak pendapat tersebut, dan menganggap covid19 adalah virus yang berbahaya, namun nyatanya pandemi ini melahirkan hal-hal yang tidak konsisten, sehingga wajar pendapat yang apatis atau persetan atau masa bodoh dengan pandemi terus berkembang.
Pernyataan para ahli medis yang tidak konsisten dalam menjawab suasana pandemi ini antara lain:
1. Manusia yang pernah dinyatakan terjangkit virus corona, secara otomatis akan membentuk imunitas di dalam tubuhnya. Sehingga setelah dinyatakan sembuh maka akan membentuk antibodi dan tidak akan pernah tertular kembali.
Kenyataan hari ini, orang yang pernah dinyatakan positif covid19 kemudian melakukan isolasi mandiri selama 14 hari kemudian dinyatakan negatif, ternyata ketika dilakukan tes ulang beberapa hari kemudian, masih bisa dinyatakan positif kembali.
Contohnya Pebalap Moto GP, Valentino Rossi yang pada pekan kemarin dinyatakan positif covid19 kembali setelah sebelumnya dinyatakan covid dan tidak boleh turun membalap.
2. Orang yang terkena Covid19 setelah melakukan isolasi 14 hari maka akan dinyatakan sembuh. Kenyataan hari ini ada yang sudah tiga kali melakukan swab test (PCR) tiga kali berturut-turut dengan rentang waktu tes 14 hari tiap tes, semua tes nya dinyatakan positif.
Contohnya: Seorang karyawan di sebuah perusahaan di Kota Pontianak harus dirumahkan lebih dari sebulan akibat hasil swab test tersebut. Padahal secara fisik tidak kelihatan sedang sakit.
Adapula kasus, baru tiga hari lalu dinyatakan positif covid19 berdasarkan hasil swab test, kemudian dia melakukan swab test kembali kemudian dinyatakan negatif. Contoh kasus ini banyak sekali dan sering terjadi pada atlet olahraga sepakbola terutama di Liga-liga Eropa.
3. Orang yang konsisten menjalankan protokol kesehatan, maka akan terhindar dari Covid19. Banyak kasus sudah menjalani prokes masih tetap saja hasil swab test nya positif. Bahkan yang tidak menjalankan prokes justru malah hasil swab test negatif. Contohnya Cristiano Ronaldo yang menjaga pola makan, pola istirahat, olahraga teratur, dan prokes tetap saja pernah dinyatakan positif covid19.
4. Lansia dan Orang yang punya penyakit bawaan seperti sesak nafas, jantung, diabetes, rentan untuk tidak bisa diselamatkan ketika ada kasus covid di lingkungan keluarga nya.
Kenyataannya mudah dijumpai dan tidak sedemikian menakutkan, dan sekali lagi bahwa takdir kematian itu rahasia dan hanya atas kehendak Tuhan.
5. Adanya kerumunan orang akan membentuk klasterisasi penyebaran covid19, dan akan semakin memperbesar dan mempermudah penyebaran.
Kenyataan saat ini tidak semua kerumunan menjadi penyebab penularan dan membentuk klaster covid19. Silakan dihitung tempat-tempat ibadah banyak yang sudah tidak menjalankan prokes, dan tidak menyebabkan klaster baru.
6. Alat test covid19 seperti rapid test maupun swab test dalam membaca sample ternyata berbeda-beda. Bisa saja di tempat A reaktif atau positif, ternyata di tempat B malah non reaktif atau negatif. Ini seringkali kejadian dan mudah untuk dijumpai.
Artikel ini bukan untuk menyepelekan kerja keras tenaga medis yang sampai saat ini masih berjuang untuk mengakhiri pandemi. Artikel ini juga tidak bermaksud untuk tidak menghormati orang-orang yang sampai saat ini masih menjalankan prokes 3M.
Namun artikel ini harus dijadikan kesadaran dan evaluasi besar-besaran bagi WHO, bahwa dalam menjalankan standar pandemi covid19 di tiap-tiap negara tidak bisa disamakan.
Artikel ini juga harus dijadikan kesadaran bagi pemerintah untuk mempunyai standar sendiri sesuai kondisi negara ini.
Jangan kemudian hanya sekedar mengikuti prokes dunia, sehingga seolah-olah adanya kerumunan yang dilakukan oleh kelompok tertentu lantas dianggap sebagai musuh bersama.
Kasian kami masyarakat yang sudah jenuh dengan situasi pandemi ini yang tidak tahu kapan akan berakhirnya, sedangkan standar yang digunakan masih saja tetap sama.
Berapa banyak orang yang kehilangan pekerjaan? Berapa banyak orang yang kehilangan pendapatan? Ekonomi semakin terpuruk, Utang semakin menumpuk!
Indonesia sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk yang besar harus berani lantang untuk menyuarakan, Ada Apa dengan status Pandemi ini! Mengapa seolah-olah ada skenario untuk menghancurkan ekonomi suatu negara! Dan megapa pula ada negara yang seolah-olah diuntungkan dari status Pandemi global ini!