Ilustrasi Depan Maqam Jalaludin ar Ruumi
Ilustrasi Depan Maqam Jalaludin ar Ruumi

Jakarta, Aktual.com – Bagi yang belum kenal atau yang baru mendengar nama Rumi mungkin timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan Malam Pengantin Rumi itu? Namun bagi yang kenal, ia akan memahami bahwa Malam Pengantin Rumi yang dimaksud disini adalah malam wafatnya Jalaludin Rumi, seorang Filosof dan Sufi besar yang kehadiran dan pemikirannya diterima oleh berbagai lapisan masyarakat dunia, baik di barat maupun di timur.

Dalam tradisi tasawuf memang tidak dikenal peringatan kelahiran (milad) tapi peringatan kematian (haul).

Mengenalkan Rumi ke masyarakat sama saja halnya kita mengenalkan subtansi dakwah Islam yang ber themakan keindahan cinta dan kedamaian Islam tanpa perlu berkhotbah (Al Haidar). Hal ini. Disebabkan karena Rumi sendiri mampu menghadirkan keindahan Islam dan cinta itu lewat puisi puisinya. Bahkan melalui. Puisinya juga bisa menyembuhkan (healing) apra penderita penyakit.

Berikut salah satu bait puisi Rumi yang indah berkenaan dengan memandang kematian.

“Pada hari ku mati jangan bilang ku telah pergi, tiada kaitan mati dengan pergi, disini mulutku terkatub, disana sudah dibuka dengan jerit sukacita”.

“Bukanlah kematian itu kau masuk ke dalam kubur, kematian itu adalah kau masuk kedalam cahaya”.

“Kuburan itu hanya tirai yang menabiri surga dibaliknya”.

“Aku bukannya pergi, tapi aku baru tiba menemui sang Cinta abadi.”

Demikian juga syair Rumi tentang alam semesta dimana dengan syair ini menunjukkan bahwa Islam itu sangat menjunjung dan mencintai sebuah ekosistem kehidupan.

Bahkan puisinya bisa memberikan perubahan perubahan sosial atau isu isu yang kekinian seperti isu isu gender, isu lingkungan atau ekologi. Sehingga ada seseorang bertanya kepada Annamarie Smechel seorang ilmuwan keislaman saat mengadakan sebuah perkuliahan di Jerman; Mengapa kita masih membahas Rumi pada saat ini, padahal ia sudah meninggalkan kita lebih dari 800 tahun yang lalu? Di jawab oleh Annamerie bahwa “Karena banyak kaidah kaidah kehidupan yang masih kita butuhkan saat ini yang sudah dibahas oleh Rumi sebelumnya”.

Bahkan masih banyak lagi misteri misteri yang belum sempat kita bahas dari syair-syair Rumi itu sendiri.

(Ahmad Himawan)

Artikel ini ditulis oleh:

A. Hilmi