Jakarta, Aktual.co — Rasulullah SAW menjelaskan, kepada Muslim tentang tanggung jawab kepemimpinan. “Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Imam itu pemimpin dalam keluarganya, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Laki-laki itu pemimpin, bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Wanita itu pemimpin dalam rumah tangganya dan bertanggung jawab tentang kepemimpinannya. Khadam (pembantu) itu pemimpin bagi harta majikannya, bertanggung jawab terhadap kepemimpinannya,” (HR Bukhari).
Abdul Halim Abu Syuqqoh dalam Tahrirul Mar’ah menjelaskan hadits tersebut, bahwa bukan berarti wanita harus melaksanakan sendiri semua tugas rumah tangganya. Mulai dari menyiapkan makanan, mencuci, menyetrika hingga membersihkan rumah. Semua itu merupakan tanggung jawab wanita untuk mengawasinya. Namun, secara teknis bisa dilaksanakan orang lain seperti pembantu rumah tangga (PRT), anak-anak, kerabat atau dibantu suaminya sendiri.
Hal tersebut bergantung kepada kemampuan finansial suami, juga kesempatan dan kemampuan istri dalam melaksanakan semua tugas utamanya. Wanita tidak boleh melalaikan tugas utamanya seperti, melayani suami, serta menjadi ibu yang harus merawat anak-anak dan mendidiknya dengan baik.
Islam telah mengatur, memanusiakan dan memuliakan pembantu. Islam juga mengakui hak-hak mereka untuk pertama kalinya dalam sejarah, ketika sejarah umat lain justru dipenuhi dengan perlakukan yang tidak manusiawi.
Ini bisa dibuktikan dalam sejarah kehidupan Rasulullah SAW dengan para pembantu Baginda SAW. Tak hanya itu, Nabi Muhammad SAW pun memerintahkan para majikan agar memperlakukan para pembantunya secara manusiawi, penuh kasih sayang dan tidak membebani mereka dengan beban yang tidak mampu mereka pikul.
“Pembantu kalian adalah saudara kalian. Allah menjadikan mereka di bawah tanggung jawab kalian. Siapa saja yang saudaranya menjadi tanggung jawabnya, maka hendaknya dia memberi makan kepadanya seperti yang dia makan; memakai pakaian seperti yang dia pakai, dan tidak membebani mereka dengan beban yang tidak bisa mereka pikul. Jika kalian membebani mereka dengan pekerjaan, maka bantulah mereka.” (Ibn al-Hajar, Fath al-Bari, I/115).
Islam telah mengangkat martabat mereka pada level saudara, sesuatu yang belum pernah ada dalam sejarah.
Rasulullah SAW pun mengharuskan majikan untuk membayar pembantunya dengan upah yang layak dan memadai. Juga tidak boleh zalim dan menangguh-nangguhkan pembayaran mereka. Nabi bersabda, “Berikanlah buruh itu upahnya, sebelum keringatnya kering.” (HR Ibn Majah).
Peringatan terhadap tindakan zalim tersebut juga dinyatakan dalam sabda Baginda SAW yang lain, “Allah berfirman: Tiga golongan yang akan Aku tuntut pada Hari Kiamat.. orang yang mengontrak (jasa) buruh, dia minta dipenuhi haknya, tetapi tidak mau memberikan upahnya.” (HR Bukhari).
Majikan juga tidak boleh memaksa pembantunya untuk memikul beban kerja yang bisa merusak kesehatannya sehingga dia tidak bisa menunaikan kewajibannya. Nabi SAW pun berpesan kepada para majikan, “Beban yang kamu ringankan dari pembantumu kelak akan menjadi pahala bagimu dalam timbangan amal kebaikanmu.” (HR Ibn Hibban).
Bahkan, Islam pun mengajarkan agar kita tetap hormat kepada pembantu, “Tidak ada sikap takabur (pada diri seseorang) yang makan bersama pembantunya.” (HR Bukhari). Nabi pun memberikan teladan nyata dalam hidup Baginda, “Rasulullah SAW tidak pernah sekalipun memukul dengan tangan Baginda apapun, baik istri maupun pembantu Baginda..” (HR Muslim), demikian penuturan Aisyah.
Saat Baginda SAW melihat Abu Mas’ud al-Anshari memukul budaknya, Baginda SAW pun menegurnya. Budak itu pun dimerdekakan seketika. Nabi Agung itu pun berkomentar, “Kalau seandainya kamu tidak melakukannya, pasti kamu akan dilahap Neraka.” (HR Muslim)
Selain itu, seorang majikan mempunyai kewajiban untuk memberikan pengajaran ke-Islaman kepada PRT yang berkaitan dengan kewajibannya, misalnya menutup aurat, larangan berkhalwat, menjaga amanah, jujur, salat, puasa, dan lain-lain.
Jangan mencela dan mencaci maki PRT. Anas bin Malik menceritakan, selama 10 tahun menjadi PRT di rumah Rasulullah SAW, belum pernah dikasari, baik dengan perkataan atau perbuatan. Ia belum pernah mendengar Rasulullah SAW menegurnya. “Mengapa kamu melakukan ini?” atau Mengapa tidak Engkau lakukan itu?” (HR Muslim).
Tetapi, beliau selalu bersabda: “Allah SWT yang menakdirkan, apa yang dikehendaki oleh-Nya pasti akan dilakukan dan yang ditakdirkan pasti terjadi!”
Begitulah akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam terhadap pembantu. Tidak hanya itu, Islam pun menetapkan sanksi yang tegas kepada para majikan yang bersikap kasar kepada pembantunya, yaitu seketika dilarang untuk darinya, dan kepadanya dikenakan sanksi yang tegas.
Artikel ini ditulis oleh: