Jakarta, aktual.com – Wakil Ketua Komisi X DPR-RI, Dede Yusuf meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk meredam ego sektoral demi mensukseskan Kurikulum Merdeka. Dede menilai kesuksesan Kurikulum Merdeka akan bergantung pada kemauan pemkab/pemkot yang menangani SD dan SMP, maupun pemprov yang menangani SMA, SMK, dan SLB. Menurutnya, pemerintah pusat sekaligus pemerintah daerah harus saling berkolaborasi dalam sosialisasi dan implementasinya.
“Saya masih sering melihat ada dualisme kepentingan, seperti saat sosialisasi Kurikulum Merdeka di Bandung Barat yang membicarakan SMK juga, tetapi orang pemprov tidak hadir. Padahal, kalau kegiatannya ada SMK, orang pemprov seharusnya ada. Sehingga pertanyaan-pertanyaan terkait SMK dan SMA terjawab oleh dinas provinsi,” tutur Dede dalam keterangan tertulis Senin (22/5) kemarin.
Politisi Partai Demokrat itu juga menegaskan sinkronisasi antar dinas yang berada di bawah pemkab/pemkot maupun pemprov juga menjadi faktor yang sangat penting.
“Jika ada dualisme tanggung jawab, akan sulit berkoordinasi. Ada yang mengatakan domain saya SD dan SMP, domain saya SMA dan SMK, padahal seharusnya bisa saling komunikasi. Nah, yang kayak gini, tentu kami minta dukungan dari Kemendikbudristek untuk terus memberikan bimbingan pelatihan agar ada sinkronisasi antara dinas-dinas di daerah,” kata dia.
Seperti diketahui, Kemendikbudristek menghadirkan Kurikulum Merdeka pada 2022 dengan penyederhanaan dan peningkatan fokus pada pengembangan karakter peserta didik. Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri menyampaikan tujuan Kurikulum Merdeka adalah agar guru bisa fokus kepada muridnya, sehingga administrasi dibuat lebih sederhana. Dengan hadirnya kurikulum ini, ungkapnya, energi guru lebih difokuskan mengurusi anak lantaran administrasinya lebih disederhanakan.
“Ukuran keberhasilan bukan pada kelengkapan dokumen atau kepatuhan administrasi, tetapi pada seberapa jauh terjadi perubahan pada diri anak,” ucapnya.
Zulfikri pun menjelaskan para guru memiliki kemerdekaan untuk merancang sendiri sistem pembelajaran yang dianggap paling sesuai dengan potensi muridnya.
“Mendidik adalah memerdekakan anak secara lahir batin. Tidak hanya pengetahuan yang kita kejar, tetapi juga karakternya,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Megel Jekson