Jakarta, Aktual.co — Apakah kita dibolehkan memasuki bioskop untuk melihat film-film barat produksi Hollywood?.  Kemudian apakah kita (khususnya seorang Muslim) dibolehkan untuk melihat film-film realita (kenyataan) atau film animasi?

Apa yang harus dilakukan oleh umat Islam terkait dengan menonton film di bioskop, apakah harus menyeru untuk melarang mereka, atau dibiarkan saja?.

Memasuki gedung bioskop untuk melihat film-film yang serius dan benar-benar bermanfaat itu dibolehkan, dengan syarat tempat duduk kelompok putri terpisah dari tempat duduk pria, sebagaimana diharuskan dalam pertemuan-pertemuan atau seminar. Oleh karena itu, hukumnya jaiz (boleh), dengan syarat terpisah antara kelompok pria dengan wanita (infishol).

Namun demikian, kebolehan ini jika memenuhi syarat-syarat di atas. Meskipun boleh, lebih utama untuk ditinggalkan (tidak dilakukan) karena khawatir kalau-kalau mata melihat sebagian aurat dari para wanita yang hadir, juga karena khawatir kalau telinga mendengar hal-hal yang tidak baik dari para penonton yang ada di ruangan tersebut.

Ada pun melihat pertunjukan film ‘panas’ atau/porno, maka hal itu tidak dibolehkan meskipun yang dilihat itu hanyalah gambar, bukan tubuh yang sebenarnya. Itu karena kaidah syara’ dalam masalah ini adalah :

اَلْوَسِيْلَةُ إِلَى اْلحَرَامِ حَرَامٌ

“Sarana yang menghantarkan kepada perbuatan haram adalah haram.”

Tidak disyaratkan dalam kaidah ini bahwa sarana itu harus membawa kepada keharaman secara pasti (qot’iy), tapi cukup dengan dugaan kuat (غلبة الظن). Sementara itu, pertunjukkan film-film seperti itu diduga kuat dapat membawa mereka yang hadir kepada tindakan haram, sehingga kaidah tersebut dapat diterapkan pada kasus ini.

Maka dari itu, tidak boleh untuk menghadirinya (menontonnya) dan berdiam di dalamnya. Mengenai tindakan apa yang perlu dilakukan syabab Hizb menghadapi umat Islam yang menghadiri pertunjukkan film tersebut, maka sesungguhnya sebagian besar orang yang menghadiri pertunjukkan film seperti itu adalah orang-orang yang jatuh dalam hura-hura (sampah masyarakat) dimana perintah dan larangan tidak lagi bermanfaat bagi mereka kecuali orang yang mendapat rahmat dari Rab-nya.

Artikel ini ditulis oleh: