Jakarta, Aktual.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan adanya permasalahan terstruktur terkait tindak pungutan liar (pungli) di Rutan KPK yang melibatkan 93 pegawainya.
ICW menyampaikan bahwa integritas KPK mengalami penurunan dari level pimpinan hingga pegawai, terutama selama kepemimpinan Firli Bahuri pada periode 2019-2023.
“Problematika integritas pegawai maupun pimpinan KPK memang menjadi permasalahan yang tak kunjung usai setelah Firli Bahuri memimpin lembaga antirasuah itu. Masyarakat terus-menerus disuguhi rentetan pelaporan dugaan pelanggaran kode etik ke Dewas terkait dengan tindakan memalukan oknum-oknum KPK. Padahal lembaga antirasuah itu selama ini dikenal sebagai contoh dan patron integritas oleh masyarakat,” menurut keterangan ICW, Sabtu (13/1).
ICW menyoroti empat aspek terkait skandal pungutan liar di Rutan KPK yang melibatkan 93 pegawai. Aspek pertama adalah penilaian ICW terhadap kinerja Dewan Pengawas (Dewas) KPK dan KPK, yang dianggap lamban dalam menangani kasus tersebut baik secara etik maupun pidana.
“Dewas KPK diketahui sudah melaporkan kepada pimpinan KPK sejak Mei 2023. Namun, hingga saat ini, prosesnya mandek pada tingkat penyelidikan. Sedangkan dugaan pelanggaran kode etik pun seperti itu, lebih dari enam bulan Dewas baru menggelar proses persidangan,” tulis ICW.
ICW menyatakan bahwa KPK tidak berhasil melakukan pengawasan yang efektif terhadap rutan yang dianggap sebagai tempat rawan terjadinya tindak korupsi.
Sistem pengawasan yang diterapkan oleh KPK seharusnya mampu mengidentifikasi potensi praktik korupsi di lokasi tersebut.
“Sebagai penegak hukum, mestinya KPK memahami bahwa rutan merupakan salah satu tempat yang rawan terjadi korupsi karena di sana para tahanan dapat berinteraksi secara langsung dengan pegawai KPK. Selain itu, tindakan jual-beli fasilitas yang disinyalir terjadi di rutan KPK saat ini juga bukan modus baru dan kerap terjadi pada rutan maupun lembaga pemasyarakatan lain. Dari sana mestinya sistem pengawasan sudah dibangun untuk memitigasi praktik-praktik korup,” tulis ICW dalam keterangannya.
Aspek ketiga yang ditekankan oleh ICW adalah kehilangan figur kepemimpinan yang menjadi teladan di KPK saat ini. ICW mengkritisi bahwa sejak kepemimpinan Firli Bahuri pada periode 2019-2023, terus muncul sejumlah kasus pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan dan pegawai KPK.
Menurut ICW, terdapat tujuh individu di KPK, dari tingkat pegawai hingga dua pimpinan, yang terlibat dalam kasus pelanggaran etik antara tahun 2020 hingga 2023.
ICW berpendapat bahwa keterlibatan 93 pegawai KPK dalam skandal pungutan liar di rutan saat ini merupakan dampak dari kehilangan figur kepemimpinan di pimpinan KPK.
“Sulit dimungkiri, peristiwa pungli yang dilakukan oleh puluhan pegawai juga disebabkan faktor ketiadaan keteladanan di KPK. Dari lima orang Pimpinan KPK periode 2019-2024 saja, dua di antaranya sudah terbukti melanggar kode etik berat, bahkan Firli saat ini sedang menjalani proses hukum karena diduga melakukan perbuatan korupsi,” terang ICW.
ICW mendorong perlunya perbaikan menyeluruh di KPK dan menekankan pentingnya lembaga antirasuah tersebut melakukan evaluasi dalam proses rekrutmen pegawai untuk memastikan seleksi individu yang memiliki integritas.
“Selain melakukan reformasi total pengawasan di internal lembaga, KPK juga harus memastikan rekrutmen pegawai mengedepankan nilai integritas. Jangan sampai justru orang-orang yang masuk dan bekerja justru memanfaatkan kewenangan untuk meraup keuntungan secara melawan hukum seperti yang saat ini tampak jelas dalam peristiwa pungli di rutan KPK,” kata ICW.
Jumlah pegawai KPK yang terlibat dalam skandal pungutan liar di rutan mencapai 93 orang. Beberapa puluh pegawai dijadwalkan menjalani sidang etik di Dewan Pengawas KPK pada bulan ini.
Secara hukum pidana, KPK juga mengonfirmasi bahwa mereka telah menemukan cukup bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.
Artikel ini ditulis oleh:
Yunita Wisikaningsih